BI Ungkap Perdagangan RI Surplus dengan China Rp 140 Miliar Berkat Hilirisasi
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengaku, kebijakan hilirisasi di era Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Dengan adanya hilirisasi, nilai ekspor RI mengalami peningkatan.
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti mengatakan, adanya hilirisasi telah meningkatkan nilai ekspor. Sebab, komoditas yang di ekspor tidak lagi dalam bentuk bahan mentah.Â
"Kita harus akui hilirisasi Pemerintah yang saat ini di sektor nikel, kita sudah rasakan sekali. Karena ekspor kita terkait komoditi, tidak hanya komoditi mentah," ujar Destry dalam Economic Outlook 2024, Rabu, 7 Februari 2024.Â
Destry mengungkapkan, dari adanya hilirisasi ini nilai perdagangan antara Indonesia dan China mengalami surplus sebesar US$9 juta atau Rp 140,9 miliar (asumsi kurs Rp 15.665 per dolar AS).Â
"Juga sejak hilirisasi itu berjalan perdagangan kita dengan China itu sudah mengalami surplus sejak tahun 2021, 2022 dan kemarin kita surplus sekitar 9 juta dengan China," jelasnya.
Menurut Destry, dengan surplusnya neraca dagang ini sudah mengindikasikan adanya dampak positif pergeseran struktur ekonomi Indonesia.
"Jadi artinya ada dampak positif dari pergeseran struktur ekonomi dari bahan mentah lalu mulai masuk ke segmen processing industrial base," imbuhnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2023 surplus sebesar US$3,31 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan RI surplus selama 44 bulan berturut-turut.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan, nilai surplus Desember 2023 ini tercatat kembali meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2022.
"Pada Desember 2023 neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar US$3,31 miliar atau naik sebesar US$0,90 miliar secara bulanan. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatat surplus selama 44 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," Kata Pudji dalam konferensi pers, Senin, 15 Desember 2024.
Pudji menjelaskan, surplusnya neraca perdagangan ini ditopang oleh surplus komoditas non migas, yakni sebesar US$5,20 miliar.
Adapun komoditas penyumbang surplus utama disumbang oleh beberapa komoditas seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati, besi dan baja.