Jelang Pencoblosan, 3 Capres Dingatkan Komitmennya Lindungi Industri Tembakau dari RPP Kesehatan
- ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Jakarta – Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), mendorong 3 pasangan calon presiden yang ada saat ini untuk peduli pada kelangsungan lapangan pekerjaan mereka.
Hal itu utamanya menyangkut keresahan pada sumber mata pencaharian mereka, yang terancam isi pasal-pasal soal tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS meyakini keberpihakan para capres-cawapres terhadap nasib mereka, sebelum datangnya hari pencoblosan.
"Apalagi jumlah anggota kami terbilang banyak, mencapai sekitar 230.000 tenaga kerja dan tersebar di 15 provinsi. Belum termasuk anggota keluarganya," kata Sudarto dalam keterangannya, Rabu, 7 Februari 2024.
Dia menegaskan, siapa pun dari ketiga pasangan capres dan cawapres itu, diharapkan memiliki tekad dan komitmen untuk tidak mengecilkan hati serta nasib para pekerja di industri hasil tembakau (IHT).
Sudarto menambahkan, para anggota RTMM-SPSI beserta keluarganya, saat ini tengah resah dan dalam keadaan psikologis yang tidak baik-baik saja. Hal itu karena mereka mengetahui berbagai restriksi, serta pengetatan terhadap industri tembakau di RPP Kesehatan.
“Pasal-pasal tembakau pada RPP Kesehatan mengancam keberlangsungan mata pencaharian anggota kami, yang mayoritas adalah tenaga kerja di sektor tembakau di mana adalah sektor padat karya. Kami berharap betul pemerintah memperhatikan nasib rakyat dan mengakomodasi harapan para pekerja," ujar Sudarto.
Salah satu hal yang juga disesalkan Sudarto adalah, kemunculan pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan yang merugikan para tenaga kerja itu dirumuskan tanpa meminta masukan serta pendapat dari kalangan pekerja. Padahal, para buruh pabrik di industri tembakau adalah pihak yang paling awal terkena dampak jika pasal-pasal tersebut diberlakukan.
Semua larangan itu diyakini Sudarto semata-mata hanya untuk mempersulit industri tembakau, sehingga pada akhirnya kegiatan produksi akan jauh berkurang dan para pekerja terkena PHK. Padahal, pihaknya memiliki hak sebagai warga negara untuk didengar aspirasinya.
“Kami juga rakyat Indonesia, berhak memberikan pendapat, menyampaikan aspirasi dan hak tersebut dijamin oleh undang-undang. Namun, dalam hal pembahasan pasal tembakau RPP Kesehatan, hal tersebut tidak tercermin," ujarnya.