OECD Proyeksi Ekonomi Global 2024 Tumbuh 2,9 Persen, Begini Penjelasannya

Menkeu Sri Mulyani dengan Sekjen OECD Mathias Cormann.
Sumber :
  • Anisa Aulia/VIVA.

Jakarta – Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) melalui Interim Economics Outlook terbarunya memproyeksi, pertumbuhan ekonomi global akan tetap bertahan meski laju pertumbuhannya tidak merata di seluruh negara dan wilayah, sementara inflasi masih akan berada di atas target.

Pemerintah Inggris Umumkan Dukung Indonesia Gabung OECD

Outlook tersebut memproyeksikan pertumbuhan ekonomi berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) global sebesar 2,9 persen pada tahun 2024, dan sedikit peningkatan menjadi 3,0 persen pada tahun 2025. Hal itu sejalan dengan proyeksi OECD sebelumnya pada November 2023.

"Sementara untuk Asia, diperkirakan akan terus menyumbang sebagian besar pertumbuhan global pada 2024-2025 mendatang, seperti yang terjadi pada 2023," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann, dikutip Selasa, 6 Februari 2024.

Gibran Minta Menpar Gelar Event hingga Convention di Lokasi Pasca-Bencana Guna Pulihkan Ekonomi Setempat

Dia menambahkan, inflasi diperkirakan akan terus menurun secara bertahap seiring dengan meredanya tekanan biaya. Sementara inflasi umum di negara-negara G20 diperkirakan akan menurun, dari 6,6 persen di tahun 2024 menjadi 3,8 persen di tahun 2025. Inflasi inti di negara-negara maju G20 diperkirakan akan turun kembali menjadi 2,5 persen pada tahun 2024, dan 2,1 persen pada tahun 2025.

"Perekonomian global telah menunjukkan ketahanan yang nyata di tengah tingginya inflasi dalam dua tahun terakhir, dan perlunya pengetatan kebijakan moneter. Pertumbuhan tetap terjaga, dan kami memperkirakan inflasi akan kembali ke target bank sentral pada akhir tahun 2025 di sebagian besar negara G20," ujar Cormann.

Tolak PPN Naik Jadi 12 Persen, YLKI Beberkan Ketidakadilan dalam Pemungutan Pajak

Pertumbuhan ekonomi global

Photo :

Dia menekankan, kebijakan moneter harus tetap hati-hati, meskipun bank sentral dapat mulai menurunkan suku bunga tahun ini asalkan inflasi terus menurun. Kebijakan fiskal harus membangun kembali ruang fiskal, melalui upaya yang lebih kuat untuk menahan pertumbuhan belanja.

"Secara paralel, kita perlu bekerja sama untuk menghidupkan kembali perdagangan, meningkatkan ketahanan rantai pasokan, dan mengatasi tantangan bersama, khususnya perubahan iklim," ujar Cormann.

Pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS) diproyeksikan sebesar 2,1 persen pada tahun 2024, dan 1,7 persen pada 2025. Proyeksi ini dibantu oleh konsumen yang terus menghabiskan tabungan mereka selama pandemi COVID-19, dan kondisi keuangan yang lebih mudah.

Sementara di kawasan Eropa, pertumbuhan PDB diperkirakan sebesar 0,6 persen pada tahun 2024, dan 1,3 persen pada tahun 2025. Namun, aktivitas diprediksi masih lemah dalam waktu dekat, di tengah kondisi kredit yang ketat sebelum meningkat seiring dengan menguatnya pendapatan riil.

Di sisi lain, ekonomi Jepang diproyeksikan tumbuh sebesar 1,0 persen pada tahun 2024 dan 2025, utamanya didorong oleh konsumsi swasta dan investasi bisnis. Kemudian ekonomi China diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,7 persen pada 2024, dan 4,2 persen pada 2025. Hal ini menurutnya mencerminkan lemahnya permintaan konsumen, dan tekanan struktural di pasar properti.

Ilustrasi resesi ekonomi/krisis ekonomi global.

Photo :
  • vstory

Selain itu, lanjut Cormann, Outlook OECD ini juga menyoroti sejumlah tantangan. Seperti misalnya ketegangan geopolitik yang masih menjadi sumber utama ketidakpastian global, dan semakin meningkat akibat dari berkembangnya konflik di Timur Tengah.

Kemudian, Cormann juga mengingatkan soal ancaman terhadap pelayaran di Laut Merah, yang juga telah meningkatkan biaya pengiriman dan memperpanjang waktu pengiriman pihak pemasok. Jika terjadi peningkatan, faktor-faktor tersebut mengakibatkan tekanan harga baru di sektor barang dan peningkatan risiko.

"Perkiraan OECD menunjukkan kenaikan biaya pengiriman sebesar dua kali lipat, jika terus berlanjut, akan menambah 0,4 poin persentase terhadap inflasi harga konsumen di OECD setelah sekitar satu tahun," ujarnya.

Ilustrasi Keuangan

PPN 12% Membebani? Ini Alasan Mengapa Frugal Living Bisa Guncang Ekonomi RI

PPN 12% makin berat? Temukan alasan mengapa frugal living bisa jadi solusi hemat yang mampu mengguncang ekonomi Indonesia. Yuk, mulai hidup lebih bijak!

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024