Beri Waktu 30 Hari, Ini Rekomendasi Ombudsman ke Seluruh Stakeholder di Konflik Rempang
- Istimewa.
Jakarta – Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro menegaskan, pihaknya sudah memberikan sejumlah rekomendasi kepada para stakeholder terkait, dan terlibat dalam kasus agraria di konflik Rempang pada medio September 2023 silam.
Dia pun mencontohkan salah satu rekomendasi Ombudsman di konflik Rempang tersebut. Misalnya seperti kepada aparat kepolisian, yang terjun di lokasi konflik Rempang pada 7 dan 11 September 2023.
Di mana, Ombudsman pun merekomendasikan kepada pihak kepolisian agar lebih bisa menerapkan aspek keadilan restoratif (restorative justice), alih-alih bersikap represif ke masyarakat dalam menangani konflik-konflik agraria seperti yang terjadi di Rempang tersebut.
"Misalnya dalam kepolisian. Kita tahu pada peristiwa tanggal 7 dan 11 September 2023, dan apa yang kemudian terjadi pada sekian banyak warga di Pulau Rempang yang harus menghadapi proses hukum atas upayanya memperjuangkan hak-hak untuk tidak direlokasi," kata Johanes dalam konferensi pers di Ombudsman RI, Jakarta, Senin, 29 Januari 2024.
Dia menambahkan, Ombudsman sendiri melihat bahwa apa yang dilakukan warga Rempang adalah bentuk memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan mereka sebagai warga lokal. Namun di sisi lain, aparat kepolisian juga punya alasannya sendiri dengan melakukan penindakan hukum pidana.
Rekomendasi Ombudsman selanjutnya yakni kepada Kementerian ATR/BPN. Mereka disarankan untuk menggarisbawahi agar proses-proses pengalihfungsian, pemberian hak pengelolaan atas tanah (HPL), dan hal-hal semacamnya, harus dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Jadi semua itu memang harus dilakukan sesuai dengan regulasi peraturan perundang-undangan yang ada," ujar Johanes.
Sementara untuk pemerintah kota Batam, Ombudsman RI merekomendasikan untuk menuntaskan proses legalisasi masyarakat yang tinggal di Kampung Tua. Karena apabila hal itu belum dilakukan, maka kehadiran PSN Rempang Eco-city itu justru bisa mengancam eksistensi para warga lokal di sana.
"Terkait dengan apa yang pernah diputuskan di tahun 2004 soal eksistensi Kampung Tua, kita semua tahu bahwa proses legalisasi dari masyarakat yang tinggal di Kampung Tua itu sebenarnya sudah lama dilakukan oleh pemerintah kota Batam," kata Johanes.
Rekomendasi selanjutnya yakni untuk BP Batam. Dimana, Ombudsman menyarankan mereka untuk mengedepankan musyawarah dengan para warga lokal, dalam setiap upaya pembangunan proyek-proyek pemerintah.
"Jadi kalau sampai hari ini kita masih mendengar bahwa ada banyak masyarakat kita yang masih menolak untuk direlokasi, tentu ini menjadi PR tersendiri bagi BP Batam dan juga Pemkot Batam untuk mencari solusi terbaik," ujar Johanes.
Dia menegaskan, Ombudsman memberikan waktu 30 hari kepada setiap lembaga, untuk melaksanakan rekomendasi. Dia berharap, ke depannya tidak ada lagi upaya pemaksaan dari salah satu pihak ke pihak tertentu, dalam pelaksanaan proyek pemerintah. Ombudsman juga berharap ada win-win solution di antara dua pihak yang berkonflik, dengan mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan.
"Kalau terkait tim percepatan yang ada di BKPM, kita lebih menekankan pada aspek koordinasi antara pihak-pihak terkait," ujarnya.