Usai Temui Luhut, GIPI dan PHRI Ajukan Judicial Review Pajak Hiburan ke MK
- vivanews/Andry Daud
Jakarta - Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) yang juga Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani menegaskan, pihaknya bakal mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), terkait Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Terlebih, pada hari Jumat, 26 Januari 2024 kemarin, pihaknya bersama sejumlah kalangan pengusaha seperti Hotman Paris Hutapea dan Inul Daratista, telah mengadukan soal pajak hiburan ini kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Dia memastikan, proses uji materi terkait beleid tersebut akan dilakukan di MK, paling lambat 31 Januari 2024 mendatang. Hal itu karena UU HKPD mengatur besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan spa, yang mencapai hingga 40-75 persen.
"Kami sedang proses, targetnya kira-kira 31 Januari paling lambat sudah bisa masuk. Dari kami yang akan maju itu GIPI dan PHRI," kata Hariyadi, dikutip Minggu, 28 Januari 2024.
Dia menambahkan, pihaknya juga bakal melakukan uji materi terhadap pasal 58 Ayat 2 UU HKPD, dengan tuntutan pembatalan pasal itu. Dimana, aturan tersebut menjelaskan bahwa tarif PBJT atas jasa hiburan diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan spa, ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Bahkan, Hariyadi mengaku bahwa pihaknya juga telah membentuk tim, yang terdiri dari beberapa asosiasi. Mereka pun sudah menunjuk pengacara yang akan mewakilinya untuk membawa gugatan tersebut.
"Kita sudah tunjuk lawyer-nya, dan saat ini sedang berjalan," ujar Hariyadi.
Selain itu, lanjut Hariyadi, pihaknya juga masih menemukan fakta bahwa banyak dari kepala daerah, yang belum mengeluarkan insentif fiskal bagi para pengusaha hiburan di daerahnya.
"Padahal, insentif fiskal itu sendiri sudah diatur dalam Pasal 101 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD, dan dipertegas dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri Nomor 900.1.13.1/403/SJ)," ujarnya.
Diketahui, sebelumnya Asosiasi Spa & Wellness Indonesia atau Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta, telah mengajukan permohonan judicial review UU HKPD ke MK pada 3 Januari 2023. Pokok permohonanan yang mereka usung yakni meminta MK melakukan pengujian UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD, khususnya aturan tentang PBJT yang memasukan Spa kedalam objek pajak 40 persen.