Dewan Energi Nasional Buka Suara soal Heboh LFP: RI Bisa Produksi
- VIVA/Fikri Halim
Jakarta – Perdebatan soal efektivitas Lithium Ferro-Phosphate (LFP) sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik, menjadi polemik sejak dibahas oleh cawapres nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka, dalam debat Pilpres 2024 keempat yang digelar Minggu malam, 21 Januari 2024 kemarin.
LFP disebut-sebut menjadi saingan dari nikel atau Nickel Manganese Cobalt Oxide (NMC), untuk digunakan sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.
Apalagi, korporasi raksasa seperti Tesla dikabarkan juga telah melirik LFP, sehingga hal itu dianggap mengancam permintaan nikel termasuk dari Indonesia.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto mengatakan, sebenarnya LFP adalah hasil pengembangan dan riset alternatif lain, untuk mengantisipasi cadangan nikel yang menipis.
"Kalau tiba-tiba enggak ada nikelnya, maka nanti ya harga semakin tinggi terus. Nanti keberlanjutan baterai bagaimana?" kata Djoko di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Januari 2024.
Karenanya, guna mengantisipasi cadangan nikel yang menipis di masa depan dan memastikan keberlanjutan industri baterai EV ke depannya, inovasi harus dilakukan sehingga tercipta lah LFP tersebut.
"Teknologi kan terus berkembang, maka dicari teknologi apa pun yang bisa sebagai alternatif (nikel) dan bisa lebih murah," ujarnya.
Djoko bahkan membuka kemungkinan bahwa LFP bisa dikembangkan di Indonesia. Meskipun, Dia menegaskan perlunya ada keseriusan dari Pemerintah. Khususnya untuk memastikan investasi dan permintaan baterainya bisa terus berjalan ke depannya.
"Ini perlu investasikan, perlu keseriusan dan perlu dikaji, supaya demand-nya dan ketersediaannya industrinya juga siap. Karena harus dimulai dari demand," kata Djoko.
"Kalau enggak ada demand, untuk apa dibangun? Kalau demand-nya tinggi di dalam negeri atau bisa ekspor, ya why not. Kita punya bahan bakunya," ujarnya.