Pengusaha Ungkap Kondisi Bisnis Spa Sejak Pajak Hiburan Naik hingga 75 Persen

Ilustrasi pijat/spa.
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta – Pemerintah menetapkan tarif pajak hiburan khususnya untuk jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 40 persen maksimal 75 persen. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Dari kenaikan itu, Ketua Umum Wellness and Health Entrepreneur Association (WHEA), Lordah Hutagalung mengungkapkan kondisi dari industri spa saat ini. Dia mengatakan, karena adanya COVID-19 dari total 3.500 spa, 35 persen di antaranya sudah tutup.

"Dari total research yang kami lakukan di Indonesia total ada sekitar 3.500 spa. Di Bali sendiri ada 1.200, baik di Jakarta, Bali atau Indonesia in overall 30-35 persen karena COVID tutup, dan tidak berhasil bangkit kembali sampai detik ini," ujar Lordah dalam konferesi pers di Jakarta, Kamis, 18 Januari 2024. 

"Saya tahu karena saya memang memonitor update data dari waktu ke waktu, karena saya harus membantu seluruh industri spa dengan konsep baru yang mudah-mudahan bisa menjadi obat bagi mereka," sambungnya. 

Adapun terkait keuntungan dari spa jelasnya, bergantung pada seberapa besar operasional. Bahkan ungkapnya, banyak spa yang menggunakan kualitas yang tidak bagus, demi mendapatkan keuntungan. 

"Margin sangat tergantung dari seberapa besar operation-nya. Banyak spa yang ingin margin besar sehingga pakai produk semurah-murahnya, membayar therapist semua-murahannya, akibatnya therapist enggak berdedikasi pakai produk juga sekadar ada bau," jelasnya.

Ilustrasi pijat/spa.

Photo :
  • Istimewa

Sebelumnya, Lordah juga menyatakan, keberatan bisnisnya masuk kategori tarif pajak minimal 40 persen dan maksimal 75 persen. Menurutnya, untuk usaha kategori spa seharusnya tidak dikenakan pajak alias 0 persen. 

Dia mengatakan mengatakan, sejak awal  pihaknya sudah menghadap DPR untuk menolak UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), yang mengatur tentang tarif pajak hiburan itu. 

"Kami sudah menghadap ke DPR, katanya DPR sudah bicara dengan kementerian terkait dalam hal ini pariwisata. Sampai detik ini sebegitu rajinnya kita mengetok pintu kepada Kemenparekraf enggak satu pun pintu dibukakan," ujar Lordah. 

Pupuk Kaltim Tegaskan Penerapan SNI Tingkatkan Daya Saing Perusahaan

Lordah menuturkan, tidak ada tanggapan dari Pemerintah itu membuatnya kecewa. Pasalnya, setelah hal ini menjadi ramai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatfi, Sandiaga Uno baru angkat suara. 

"Tiba-tiba setelah ribut-ribut menterinya baru ngomong, omongannya kalau buat kita di industri ngambang-ngambang aja. Jadi apakah solusi? Belum, masih jauh," tegasnya. 

Penjelasan Ditjen Pajak soal Tax Amnesty Jilid III

Ilustrasi pajak.

Photo :
  • Istimewa

Pun Lordah, mempertanyakan pengenaan tarif pajak 40-75 persen berasal dari mana. Karena, dia merasa telah dirampok dengan adanya tarif pajak itu. 

Ketahui Aturannya! Kegiatan Usaha Makanan hingga Hiburan Insidental Kini Kena Pajak

"Masyarakat industri dirampok inilah keluar 40-75 persen untuk bayar utang. Entah itu alasannya, entah bukan, yang jelas kita industri sudah ramai-ramai keberatan. Cek di Republik mana di dunia ada pajak segitu? Itu kesamber angin apa bisa dapat angka segitu?" tegasnya.

Pelayanan tax amnesty di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan

Respons Pengusaha soal Rencana Tax Amnesty Jilid III

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) buka suara terkait usulan adanya pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III.

img_title
VIVA.co.id
27 November 2024