Indef: Aturan Tembakau di RPP Kesehatan Rugikan Penerimaan Pajak hingga Rp 52 Triliun

Panen tembakau petani Indonesia. (ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Jakarta – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengungkapan, pasal-pasal tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, berpotensi memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Menurutnya, hal ini dapat terjadi jika aturan tembakau yang bersifat restriksi bagi industri hasil tembakau, tidak direvisi oleh Kementerian Kesehatan.

Rokok Ilegal Makin Menjamur, Industri Dorong Langkah Tegas Pemerintah

"Pertumbuhan ekonomi akan turun sekitar 0,53 persen jika pasal-pasal (tembakau) tersebut diberlakukan. Dari sisi penerimaan negara, terdapat indikasi penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp 52,08 triliun," kata Tauhid dalam keterangannya, Kamis, 18 Januari 2024.

Direktur Eksekutif Institute for Develompent of Economic and Finance (Indef), Tauhid Ahmad.

Photo :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya/Tangkapan layar
Ekonom Ingatkan Dampak PPN Naik Jadi 12 Persen Turunkan Daya Beli Masyarakat

Dalam kajiannya, Indef juga melakukan perbandingan antara biaya kesehatan yang ditimbulkan dari industri hasil tembakau, dengan kerugian ekonomi yang ditimbulkan jika pasal-pasal tembakau di RRP Kesehatan diterapkan oleh pemerintah. Hasilnya ternyata tidak imbang, karena negara akan mengalami kerugian lebih besar.

Tauhid menjelaskan, berdasarkan perhitungan Indef di tahun 2022, terlihat bahwa pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan akibat konsumsi rokok secara langsung dan tidak langsung, mencapai sebesar sebesar Rp 34,1 triliun.

OJK Terbitkan Aturan Pedoman Kegiatan Usaha Bank Emas

"Sementara kerugian ekonomi secara agregat, yang akan ditanggung oleh negara akibat pasal-pasal tembakau dari RPP Kesehatan ini, mencapai sebesar Rp 103,08 triliun," ujar Tauhid.

Sementara dalam aspek ketenagakerjaan, Tauhid memaparkan bahwa pemberlakuan pasal-pasal tembakau tersebut juga akan mengakibatkan penurunan tenaga kerja hingga 10,08 persen, di sektor industri hasil tembakau. Kemudian, serapan tenaga kerja di perkebunan tembakau juga akan tergerus, hingga sebesar 17,16 persen.

"Industri hasil tembakau tidak ingin mati di lumbung sendiri, karena ada banyak hal yang sangat bergantung pada industri hasil tembakau. Bahkan, termasuk di dalamnya sektor kesehatan," kata Tauhid.

"Intinya, biaya kesehatan masih jauh lebih kecil dibandingkan dampak ekonomi yang akan ditimbulkan dari pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya