Tingkat Hunian Tumbuh ke 74,4 Persen di 2023, Colliers: Properti Ritel di Jakarta Mulai Pulih

Ilustrasi properti dekat LRT.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Jakarta – Head of Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto mengatakan, sektor ritel properti di wilayah Jabodetabek, khususnya di Jakarta, selama 2 tahun terakhir ini tidak memiliki tambahan pasokan baru.

Perluas Pusat Data, Edgeconnex Akuisisi Lahan Tambahan di Lippo Cikarang Cosmopolis

Meskipun, penambahan yang masih terjadi tidak terlalu mengkhawatirkan seperti penambahan di sektor perkantoran, karena memang serapannya juga masih cukup lumayan.

"Apalagi memang di sektor ritel ini juga sudah mulai mengalami masa pemulihan," kata Ferry dalam telekonferensi, Rabu, 10 Januari 2024.

Terpopuler: Ade Rai Ungkap Alasan Orang Malas Hidup Sehat, Mal Ramah Lingkungan di Indonesia Timur

Proyek apartemen di Jakarta.

Photo :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

Dia menambahkan, hal itu tercermin dari tingkat hunian ritel yang sejak tahun 2019-2022 terpuruk, sampai hanya sekitar 68 persen saja. Namun pada 2023, di Jakarta kondisi properti sektor ritel sudah mulai naik sampai 74,4 persen.

Mal Terbesar di Indonesia Timur Bakal Didesain Lebih Ramah Lingkungan

"Jadi ini adalah indikasi bahwa sektor ritel ini secara umum sudah mulai bergerak. Karena jika dilihat persentase 74,4 persen itu, terbagi menjadi beberapa segmen," ujarnya.

Namun, apabila dilihat dari segmen menengah ke atas dan menengah ke bawah, maka akan terlihat perbedaan tingkat okupansi di kedua segmen tersebut. Karena di segmen menengah ke atas, terutama mal-mal premium yang ada di Jakarta, tingkat huniannya bahkan sudah di atas 85 persen.

Di mana, tingkat hunian beberapa shopping center sendiri bahkan bisa sampai di atas 90 persen. Karena mal-mal menengah atas itu biasanya lebih up to date, dengan kondisi atau dinamika yang terjadi di industri ritel. Sebab, industri ritel ini bukan hanya tempat belanja saja, melainkan juga tempat orang mencari pengalaman atau suasana baru.

Sementara untuk mal menengah bawah, lanjut Ferry, problemnya adalah mereka tidak terlalu banyak mengeluarkan capital untuk meng-upgrade mal nya. Sehingga, tingkat okupansi itu banyak yang berada di bawah 60-50 persen.

"Maka kombinasi keduanya, yakni antara kinerja mol kelas menengah atas yang sudah membaik bahkan sudah di atas angka sebelum pandemi, dibandingkan dengan mal kelas menengah ke bawah yang memang masih kesulitan untuk menarik pengunjung dan tenant, itu adalah kombinasi yang menghasilkan akuntansi sekitar 74,4 persen," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya