Harga Rokok Naik Mulai 1 Januari 2024, AMTI: Bisa Picu Lebih Banyak Varian Rokok Murah dan Ilegal

Ilustrasi usia merokok minimal 18 tahun ke atas.
Sumber :

Jakarta – Pemerintah bakal menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 10 persen, mulai 1 Januari 2024. Kebijakan ini akan membuat harga rokok kembali naik.

PAM Jaya Akan Naikkan Tarif Air Mulai Januari 2025, Berikut Penjelasan dan Rinciannya

Merespons hal tersebut, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman Mudara mengatakan, selama ini CHT telah menjadi penerimaan paling stabil, selalu mencapai target pemerintah, dan kontribusinya besar yakni hampir 10 persen penerimaan pajak.

Namun, dia menegaskan bahwa pemerintah perlu introspeksi, karena kemampuan industri dalam menerima kenaikan tarif ada batasnya.

Presiden Prabowo Dinilai Bisa Lakukan Ini soal PPN Jadi 12 Persen pada 2025

"Tahun 2023, tarif cukai naik 10 persen, hasilnya justru penerimaan CHT turun. Menkeu sendiri sudah umumkan penerimaan CHT turun 3,7 persen (yoy) di Desember ini, jadi sudah jenuh dan terlalu tinggi kenaikan cukai yang dibebankan Pemerintah pada IHT," kata Ketut saat dihubungi VIVA Bisnis, Rabu, 20 Desember 2023.

Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)

Photo :
  • VIVAnews/Arrijal Rachman
Dibandingkan Vietnam, Kenaikan PPN di Indoneisa Dinilai Lebih Pro Rakyat Karena Hal Ini

Dia mengatakan, kenaikan cukai dan pajak pasti memicu peningkatan harga produk tembakau, khususnya rokok. Selanjutnya, peningkatan harga ini juga akan diikuti oleh peralihan konsumsi masyarakat, dari rokok golongan yang mahal ke rokok golongan di bawahnya yang lebih murah.

Maka, menurutnya wajar dalam beberapa waktu terakhir, marak bermunculan varian rokok-rokok murah yang amat mudah ditemukan di masyarakat.

"Ya, downtrading dari rokok golongan I ke rokok golongan II adalah fenomena yang paling kentara. Ini juga yang akhirnya membuat penerimaan CHT turun, harga rokok sudah terlalu mahal," ujarnya.

Sejalan dengan penerapan peraturan fiskal berupa CHT yang meningkat hampir setiap tahunnya ini, Ketut menegaskan bahwa hal yang sesungguhnya sangat mengkhawatirkan pihaknya adalah bayang-bayang regulasi non-fiskal seperti RPP Kesehatan yang sangat eksesif.

Dengan peraturan yang ada saat ini dan kenaikan CHT terus menerus, volume IHT sudah turun terus menerus. Dimana, jika dari dulu ada sekitar 4.000 pabrikan, mungkin saat ini hanya sisa 800-an pabrikan.

"IHT legal ini juga terancam dengan makin banyaknya rokok ilegal yang tidak patuh pada peraturan. Yang paling dibutuhkan oleh ekosistem pertembakauan saat ini adalah perlindungan pemerintah," kata Ketut.

"Perlindungan itu juga berupa kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang adil, berimbang, dan memberi kesempatan bagi IHT untuk dapat pulih, tumbuh, dan berdaya saing," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya