Smelter Tembaga Terbesar Beroperasi Mei 2024, Freeport Indonesia: Ekspor Dikurangi Bertahap
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Progres pembangunan smelter milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik, Jawa Timur sudah mencapai 81 persen per akhir Oktober 2023. Smelter ini ditargetkan bisa menjalankan mandat hilirisasi tembaga secara penuh pada Desember 2024 meskipun sudah mulai beroperasi pada Mei 2024.
Smelter itu dibangun di lahan seluas 100 hektare. Nantinya kapasitas pengolahan konsentrat mencapai 1.700.000 Dry Metric Ton (DMT) per tahun. Bahkan digadang-gadang smelter tembaga ini menjadi yang terbesar di dunia.
"Total udah 81 persen per akhir Oktober. Mulai beroperasi Mei 2024," ujar Presiden Direktur Freeport, Tony Wenas dalam The Interview with BoD dikutip Selasa, 21 November 2023.
Tony mengatakan, meskipun ditargetkan beroperasi pada Mei 2024 bukan berarti akan langsung memproduksi katoda tembaga. Sebab perlu dilakukan penyesuaian pada komponen-komponen mesin.
"Beroperasi bulan Mei 2024 itu bukan berarti akan produksi katoda tembaga, ibarat kita beli mobil kan kalau beli mobil masih inreyen. Ini juga gitu, jadi belum di masukin konsentrat dia udah kita nyalain dulu untuk sekitar 5-6 minggu lah, memastikan bahwa semuanya baru kemudian dividing," ucapnya.
Kapasitas Produksi 100 Persen Bisa Terpenuhi Desember 2024
Lanjut Tony, untuk menghasilkan katoda tembaga harus dilakukan secara bertahap. Ditargetkan kapasitas produksi 100 persen baru bisa terpenuhi pada Desember 2024.
"Konsentrat mulai menghasilkan katoda tembaga dan itu pun secara bertahap akan meningkat menjadi kapasitas 100 persen dalam waktu kira-kira 5 bulan. Jadi akhir Desember 2024 baru akan 100 persen kapasitas produksi," jelasnya.
Source : Dok. PTFI
Pun, Tony menegaskan, meskipun smelter itu sudah diresmikan pada Mei 2024 bukan berarti pihaknya tidak melakukan ekspor. Sebab, jika hal itu dilakukan negara dan Freeport akan merugi
"Bertahap, jadi kan masih ada yang harus di ekspor juga. Produksi mulai meningkat, begitu produksi meningkat ekspor mulai turun," ujarnya.
"Tetap harus ada (ekspor) kalau enggak kan negara akan rugi, semua rugi kami rugi, negara rugi. Ruginya 40 persen lah kira-kira kalau kita enggak boleh ekspor," tambahnya.