Jokowi Sindir Negara Maju soal JETP, Menteri ESDM Ungkap Nasib Program Pensiun Dini PLTU
- Antara/Desca
Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan, Indonesia akan tetap memanfaatkan pendanaan dari Just Energy Transition Partnership (JETP) dalam memensiunkan dini PLTU-PLTU di Tanah Air.
"Jadi (pensiun dini PLTU pakai dana JETP)," kata Arifin di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat, 17 November 2023.
Meski demikian, Arifin menegaskan bahwa pemerintah Indonesia telah meminta agar JETP itu nantinya dapat mengakomodir 5 program yang dijalankan dalam konteks transisi energi. Yakni early retirement, transmission, baseload renewable, non-baseload renewable, serta untuk ekosistemnya.
"Nanti kita gali lagi, terutama transmisi yang perlu kita sempurnakan," ujar Arifin.
Karenanya, Arifin mengatakan bahwa upaya pemerintah memensiunkan dini PLTU-PLTU di Tanah Air itu, nantinya akan disokong oleh pendanaan dari JETP tersebut. Namun di sisi lain, pemerintah Indonesia juga berharap bahwa dana JETP yang sebenarnya merupakan utang itu, dapat dipermudah dalam hal persyaratan dan bunga yang tidak terlalu membebani.
Sebab, alih-alih difokuskan untuk menangani masalah perubahan iklim melalui transisi energi, nyatanya dana JETP itu sebenarnya memang lebih cenderung sebagai dana pinjaman komersil. Hal itu sebagaimana yang kerap diutangkan oleh negara-negara maju, kepada negara-negara berkembang atau negara miskin.
"Jadi dananya (buat pensiun dini PLTU) sih ada, cuman kan ya sama aja dengan dana komersil. Kemarin kan juga sudah dipertanyakan Presiden Jokowi ke Pak (Joe) Biden, bahwa harus ada sumber dana yang beban bunganya rendah dan memudahkan," ujarnya.
Diketahui, beberapa hari lalu Presiden Jokowi sempat mengkritisi komitmen pendanaan transisi energi dari negara-negara maju kepada negara-negara berkembang, saat memberikan kuliah umum di Stanford University, San Francisco, Amerika Serikat (AS).
Dia menegaskan, bantuan pendanaan untuk mengatasi perubahan iklim yang diberikan oleh negara-negara maju ke negara-negara berkembang atau negara miskin itu, sebenarnya hanya utang yang bertujuan bisnis dan tidak benar-benar untuk tujuan konstruktif terkait urusan iklim.
Layaknya orientasi bank-bank komersial, Jokowi menyebut bahwa pendanaan iklim semacam itu justru hanya akan menambah beban utang kepada negara-negara berkembang dan negara-negara miskin.
"Sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim masih business as usual, masih seperti commercial banks," kata Jokowi sebagaimana dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Kamis, 16 November 2023.