Asosiasi Periklanan Tolak Aturan Produk Tembakau di RPP Kesehatan
- VIVAnews/Arrijal Rachman
Jakarta - Asosiasi Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan, dan Penyiaran, melayangkan surat penolakan resmi atas isi aturan produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, kepada Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, dan Komisi I DPR RI.
Perwakilan Asosiasi Perusahaan Media Luar griya Indonesia (AMLI), Fabius Bernadi mengatakan, isi aturan tersebut berisi banyak larangan bagi produk tembakau, termasuk melarang total iklan produk tembakau.
"Sehingga dapat berdampak negatif bagi keberlangsungan mata pencaharian pekerja industri kreatif nasional," kata Fabius dalam keterangannya, Rabu, 15 November 2023.
Dia menjelaskan tiga poin penting mengenai aturan produk tembakau dalam RPP Kesehatan, yang menjadi sorotan industri kreatif. Pertama, iklan televisi (TV) yang jam tayangnya semakin sempit, dari semula jam 21.30-05.00 menjadi 23.00-03.00. Kedua, larangan total semua aktivitas di media elektronik dan luar ruang serta larangan total kegiatan kreatif, termasuk untuk musik terlepas dari pembatasan umur penonton yang hadir. Ketiga, larangan peliputan tanggung jawab sosial (CSR).
Melihat berbagai restriksi tersebut, Fabius mengatakan bahwa keberlangsungan industri periklanan dan media kreatif beserta para kerjanya dapat terancam. Padahal, berdasarkan data TV Audience Measurement Nielsen, iklan dari produk tembakau bernilai lebih dari Rp 9 triliun dan termasuk dalam 10 besar kontributor belanja iklan media di Indonesia.
"Sementara, kontribusi tembakau terhadap media digital mencapai sekitar 20 persen dari total pendapatan dari media digital di Indonesia dan mencapai nilai ratusan miliar per tahun," ujarnya.
Di media luar ruang, iklan produk tembakau berkontribusi sebesar 50 persen dari pendapatan penyelenggara media luar ruang, dan hampir setengah dari total jumlah Penyelanggara Media Luar Griya akan kehilangan pendapatan tersebut.Â
"Sebanyak 22 persen anggota bahkan diyakini akan kehilangan pendapatan hampir mencapai 75 persen," ujar pihak Asosiasi.
Terlebih, lanjutnya, multisektor di industri pertembakauan ini juga telah mempekerjakan sebanyak 19,1 juta tenaga kerja. Sementara, dengan regulasi yang berlaku saat ini, data menunjukkan bahwa kontribusi industri iklan produk tembakau telah menunjukkan penurunan 9-10 persen. Sedangkan, industri periklanan dan media sendiri menyerap jumlah tenaga kerja yang besar, yakni lebih dari 725 ribu tenaga kerja secara langsung.
"Maka kami dari Asosiasi Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan, dan Penyiaran, menegaskan kepada Menkes dan DPR bahwa rencana pelarangan total iklan produk tembakau akan secara langsung mengurangi pendapatan industri kreatif, hiburan, periklanan, serta media-media yang menggantungkan pemasukannya dari penerimaan iklan dan promosi seperti TV, digital, dan media luar ruang," ujarnya.