Hilirisasi Seolah-olah Hanya Nikel, Ganjar: Kenapa Tidak Sektor Kelautan hingga Pertanian

Susi Pudjiastuti dan bacapres ganjar Pranowo.
Sumber :
  • istimewa

Jakarta – Calon presiden Ganjar Pranowo bicara soal hilirisasi di Indonesia. Dia merasa heran mengapa hilirisasi saat ini terkesan hanya fokus pada nikel.

Jokowi Ajak 2 Cucunya Nonton Laga Timnas Indonesia Vs Filipina di Manahan

Ganjar mengatakan, banyak potensi hilirisasi lainnya yang dimiliki Indonesia. Mulai dari sektor kelautan, pertanian, hingga perkebunan.

“Kalau bicara hilirisasi sekarang seolah-olah nikel, saya kira pemahamannya belum tuntas. Kenapa tidak hilirisasi sektor kelautan, sektor keunggulan kita pertanian dan perkebunan, sawit misal mengapa tidak di hilirisasi? Kita sudah punya kebun, pabrik kelapa sawit, dijual selesai," ujar Ganjar dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia Rabu, 8 November 2023.

Garap Lahan Pertanian 20 Ha Pakai Padi Biosalin, PGN Gandeng BRIN hingga Pemkot Semarang

"Kok tidak ada bicara kosmetik dan farmasi dari situ? yang dua ini tingginya minta ampun. Kenapa tidak ada?" tambahnya.

Kementan memperkuat hilirisasi pertanian di kawasan food estate

Photo :
  • Kementan
Kelompok Petani Jeruk di Curup Bengkulu Jangkau Pasar Lebih Luas Berkat Pemberdayaan BRI

Ganjar juga menyoroti, soal Indonesia yang masih membangun dengan skema land based oriented. Dia pun memahami, kenapa skema itu digunakan, sebab langkah itu lebih mudah.

"Kenapa sekarang kita land based oriented? Karena yang menarik dan gampang di situ, maaf dengan segala hormat kalau ada batu bara tinggal diambil aja kok, izin sudah tahu sendiri, kalau ada keributan kita tahu praktiknya. ini saya katakan illegal economy yang mesti dibersihkan," ujarnya.

Ilustrasi bongkar muat hasil tangkapan perikanan

Photo :

Ilustrasi bongkar muat hasil tangkapan perikanan

Photo :
Adapun hilirisasi merupakan program
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi RI. Misalnya saja, dari hilirisasi nikel Jokowi mengatakan bahwa RI mendapatkan keuntungan yang meningkat dari sebelumnya sebesar Rp 17 triliun menjadi Rp 360 triliun.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya