AS, China dan Eropa Kewalahan Kelola Ekonominya, Sri Mulyani: Dampaknya ke Dunia
- VIVAnews/Anton PM/ New York
Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kondisi perekonomian global yang masih sangat volatil sampai saat ini, menyebabkan negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), China, hingga Eropa, tengah kewalahan dalam mengelola perekonomiannya masing-masing.
Hal itu diutarakannya dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah, yang digelar bersama Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, serta seluruh kepala daerah dari berbagai wilayah di Indonesia.
"Sehingga dampaknya pun menyebar ke seluruh dunia, karena tiga wilayah ini memengaruhi dunia lebih dari 40 persen," kata Sri Mulyani dalam telekonferensi, Senin, 6 November 2023.
Hal itu misalnya dapat dilihat dari kondisi ekonomi AS, yang sudah terdampak adanya inflasi yang semakin tinggi sehingga mereka harus menaikkan suku bunga acuannya.
Bahkan, kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh AS dinilai cukup ekstrem, yaitu mencapai 5 persen hanya dalam rentang waktu 14 bulan. Hal itu pun telah menyebabkan capital outflow atau larinya aliran modal asing dari seluruh negara ke AS.
"Artinya, modal itu kembali ke Amerika, atau disedot dengan bunga tinggi," ujarnya.
Sri Mulyani berpendapat, hal ini pun menjadi penyebab terdepresiasinya mata uang di banyak negara, sehingga menyebabkan imported inflation. Di mana, inflasi itu berasal dari barang-barang impor yang terkena dampak dari kebijakan AS tersebut.
Sementara China yang selama ini menyumbang perekonomian terbesar kedua di dunia, nyatanya juga tengah berada dalam kecenderungan pelemahan ekonomi. Sri Mulyani menilai, kondisi ini akan mempengaruhi harga-harga komoditas, karena melemahnya ekonomi China akan membuat permintaan terhadap komoditas menurun.
"Bagi pengusaha yang menghasilkan komoditas komoditas seperti CPO, batu bara, dinamika itu terasa sekali sekarang dibandingkan yang lalu. Beberapa komoditas menurun sangat tajam," kata Sri Mulyani.
Menkeu menambahkan, untuk kondisi di negara-negara Eropa sendiri, dipastikan juga terdampak oleh situasi perang di Ukraina yang masih berlangsung hingga saat ini. Hal itu juga ditambah dengan eskalasi geopolitik Hamas-Israel, yang berpotensi melebar ke seluruh Timur tengah.
"Karena gejolaknya terjadi secara bertubi-tubi, maka perekonomian Indonesia dapat terpengaruh menjadi lebih lemah. Sebab, setiap kali akan pulih setelah pandemi COVID-19, masih terjadi gejolak karena perang dan harga komoditas," ujarnya.