KSSK Uji Ketahanan Sistem Keuangan RI, Ini Hasilnya
- VIVA/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menindaklanjuti dampak dari makin tingginya gejolak ketidakpastian global bagi sistem keuangan Indonesia, yakni dengan melakukan stress test.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan, langkah melakukan stress test itu telah dibahas dalam pertemuan KSSK, melalui sejumlah skenario yang diperkirakan dapat terjadi di tengah situasi global saat ini.
Dia menjelaskan, sejumlah risiko yang diwaspadai KSSK antara lain seperti perlambatan ekonomi global, divergensi pertumbuhan yang melemah, serta kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan yield obligasi negara-negara maju dan berkembang.
Kemudian ada pula faktor lainnya terkait tensi geopolitik, hingga dampaknya pada kenaikan harga energi dan pangan termasuk risiko dari fenomena El Nino.
Setelah dilakukan stress test pada sejumlah kemungkinan tersebut, KSSK pun menyimpulkan bahwa sektor keuangan Indonesia masih menunjukkan daya tahan yang cukup kuat.
"Secara keseluruhan, stress test menunjukkan bahwa sektor keuangan Indonesia menunjukkan ketahanan yang cukup kuat dalam menghadapi berbagai tekanan," kata Perry dalam konferensi pers KSSK di Gedung BI, Jakarta, Jumat, 3 November 2023.
Dia menambahkan, ketahanan sektor keuangan nasional itu tentunya harus turut disertai dengan buffer terhadap risiko yang memadai. Di mana, hal itu antara lain tercermin dari sejumlah aspek. Pertama yakni soal permodalan perbankan yang tetap kuat, berdasarkan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) yang secara industri berada di atas 25 persen.
Aspek kedua adalah soal pasokan likuiditas perbankan yang lebih dari cukup, dengan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) pada level 26 persen. Ketiga, rasio kredit bermasalah di perbankan yang cenderung rendah, serta cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang relatif cukup.
"Kesimpulannya, sektor keuangan Indonesia memiliki ketahanan yang kuat, dengan bantalan permodalan yang solid, likuiditas yang lebih dari cukup, maupun CKPN yang besar dan rasio NPL yang rendah," ujarnya.