Sri Mulyani Sebut Dampak Perang Israel dan Hamas Mulai Terefleksi ke Harga Minyak
Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, perang yang terjadi antara Israel dan Hamas sudah mulai terasa gejolaknya terhadap harga minyak. Seperti diketahui, harga minyak yang sebelumnya sudah turun, kembali melonjak lebih dari US$90 per barel.
Sri Mulyani mengatakan, pada 2022 lalu akibat adanya perang antara Rusia vs Ukraina, harga minyak melonjak US$128 per barel, dari US$60-US$70 per barel.
"Sekarang kita lihat dengan adanya perang di Palestina dan itu adalah zona middle east adalah zona produksi minyak minyak dan gas terbesar dunia. Maka kita lihat gejolaknya sudah mulai terefleksi," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya Rabu, 25 Oktober 2023.
Bendahara Negara ini mengungkapkan, sebelumnya harga minyak dunia sempat diangka US$80 per barel. Namun, akibat adanya psikologi adanya perang itu harga minyak kembali naik di angka US$90 per barel.
"Sesudah harga minyak turun sempet di US$80-an lagi sekarang melonjak dan menembus ke anga US$90. Ini level yang bukan hanya karena supply demand, tapi juga psikologi karena adanya perang," terangnya.
Pengamat Proyeksi Harga Minyak Tembus US$100 per Barel
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmi Radhi memproyeksikan harga minyak dunia bakal tembus US$100 per barel, pada pertengahan bulan November-Desember 2023. Hal itu juga akan berdampak terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri.
Adapun pada Senin, 25 Oktober 2023 harga minyak berjangka Brent sebesar US$91,49 per barel, pada pukul 02.03 GMT. Dan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan sebesar US$87,36 per barel.
"Saya memproyeksikan itu harga minyak dunia bisa tembus US$100 dolar per barel seperti yang pernah terjadi di (2022). Karena beberapa variabel yang mendukung," kata Fahmi saat dihubungi VIVA Senin, 23 Oktober 2023.
Fahmi menjelaskan, dari perang Israel vs Hamas tidak akan berdampak signifikan terhadap harga minyak dunia. Namun, jika perang itu melebar ke negara-negara Arab, harga minyak diperkirakan akan melonjak.
Selain itu, faktor yang mendorong kenaikan harga minyak hingga US$100 per barel, karena adanya musim dingin yang biasanya terjadi di November.
"Nah maka ada kemungkinan harga minyak itu di atas US$100 per barel. Menjelang pertengahan November-Desember itu bisa tembus," jelasnya.