PLN Tegaskan Tetap Genjot Transisi Energi Meski Tanpa JETP

Ilustrasi mobil operasional PLN
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

Jakarta – Upaya dekarbonisasi pada sektor ketenagalistrikan menjadi salah satu fokus dunia global. Perusahaan-perusahaan yang banyak memanfaatkan batu bara seperti PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Berambisi ke depannya lebih banyak memanfaatkan energi ramah lingkungan.

Cara Bahlil Ajak Semua Pemain 'Emas Hitam' Terlibat Lanjutkan Hilirisasi Batu Bara

Executive Vice President Energy Transition and Sustainability PLN Kamia Handayani menegaskan, hal ini sudah dilakukan PLN, bahkan sebelum Indonesia dinyatakan menerima pembiayaan dari Just Energy Transition Partnership (JETP). Pada 2021 PLN pun telah berkomitmen mendukung target Emisi Nol Bersih pada 2060.

“Jadi masa itu (PLN) termasuk satu dari enam utilitas di Asia Pasifik yang pertama kali menyatakan komitmen tersebut. Jadi sebenarnya tanpa ada JETP pun kita sudah memiliki ambisi ke sana,” ujarnya di acara dalam diskusi bertajuk ‘Enhancing Energy Transition in the Power Sector’ dikutip, Rabu, 27 September 2023.

Dosen Universitas Bung Hatta Bakal Manfaatkan Ombak Pantai Jadi Energi Listrik

Ilustrasi jaringan liistrik PLN.

Photo :
  • vstory

Kamia menjabarkan bahwa saat ini PLN memiliki rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) yang lebih mengutamakan energi terbarukan dibanding energi fosil. Itu adalah RUPTL pertama sepanjang sejarah Indonesia yang memfokuskan diri pada energi hijau.

Bahlil Sebut Subsidi BBM Bakal Disalurkan via BLT dan ke Barang, Begini Penjelasannya

Menurut dia, RUPTL tersebut merencanakan sebanyak 20,9 gigawatt atau 52 persen kapasitas pembangkit listrik yang dibangun tahun 2021-2030 berasal dari energi terbarukan. Pada sisi lain, JETP menargetkan emisi pada tahun 2030 tidak lebih dari 290 metrik ton CO2. Pemensiunan dini pembangkit berbasis batu bara pun tak terelakkan.

Lebih lanjut Kamia memaparkan, sebagai negara yang sedang bertumbuh, pemakaian listrik per kapita di Indonesia hanya 1,3 megawatt jam (MWh) per tahun. Angka itu lebih rendah dibanding
rata-rata pemakaian listrik per kapita global yang mencapai 3,3 MWh per tahun.

Kebutuhan listrik pun diprediksi terus meningkat, sementara pada saat yang sama transisi energi harus dilalui secara bertahap. “Dalam proses bertahap itu tentu masih ada pembangkit fosil yang masih menyala,” ujar Kamia.

Pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dan perluasan pemanfaatan energi dilakukan dengan penuh persiapan oleh PLN. Salah satunya, menyiapkan divisi khusus yang menangani proses transisi energi dan bekerja intensif menangani pekerjaan terkait pendanaan.
 
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin yang juga menjadi narasumber diskusi panel mengungkapkan, pihaknya bakal segera menyelesaikan proses kurasi proyek-proyek yang akan didanai JETP.

Pekerja memasang kawat baja sebelum pengujian tower transmisi listrik milik PLN. Foto ilustrasi

Photo :
  • ANTARA FOTO/Saptono

Proyek-proyek tersebut akan tergabung dalam dokumen rencana kebijakan dan investasi komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP). Akan ada lima kategori proyek dalam dokumen tersebut, di antaranya pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan dan pengurangan pembangkit listrik tenaga fosil.

Sementara itu, peneliti dari International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA) Ping Yowargana menyatakan negara-negara maju telah menikmati kemajuan berkat kegiatan pembangunan yang padat karbon. Untuk itu, kebutuhan pendanaan juga seharusnya menjadi tanggung jawab negara-negara maju, bukan hanya Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya