Utamakan Peningkatan Produksi Migas, KLHK Wanti-wanti Industri Hulu soal Tekan Emisi Karbon

Ilustrasi industri hulu migas RI (anjungan lepas pantai/offshore platform)
Sumber :
  • Dok. Pertamina

Bali – Staf Ahli Menteri Bidang Energi pada Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Kehutanan, Haruni Kirisnawati mengatakan bahwa saat ini energi fosil masih menjadi tulang punggung pemenuhan kebutuhan energi nasional di masa yang akan datang.

Gereja Katolik Tertua di Banjar Tuka Gelar Misa Malam Natal dengan Sentuhan Budaya Bali

Maka dari itu, dirinya pun berharap kepada pelaku industri hulu Migas bisa membuat inovasi dan memberikan masukan terkait usaha-usaha peningkatan produksi namun juga menekan emisi karbon yang dihasilkan, seperti halnya Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).

Dia menjelaskan bahwa merunut pada tahun 2019 silam, kontributor terbesar emisi gas rumah kaca di Indonesia adalah Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan (Land Use Change and Forestry – LUCF) sebesar 50,13 persen, serta dari sektor energi sebesar 34,49 persen, utamanya dari pembangkit listrik.

Banyak Bank Bangkrut, OJK Pastikan Seluruh BPR dan BPRS di Indonesia Dalam Pengawasan Normal

Ilustrasi jejak karbon.

Photo :
  • New perspective marketing

Pemerintah pun mendukungnya dalam penerapan CCS dan CCUS di Indonesia. Sebab, kebutuhan peningkatan produksi energi negara Indonesia, sekaligus mengingat potensi besar yang dimiliki Indonesia untuk mengimplementasikan teknologi CCS/CCUS.

Deretan Potret Raffi Ahmad Ajak Keluarga Kunjungi Panti Asuhan di Bali, Tulis Isi Hati Menyentuh

Haruni pun menjelaskan, adapun keutamaan lapangan-lapangan migas yang telah mencapai masa produksi puncak memiliki potensi penyimpanan CO2 sekitar 2,5 miliar ton CO2. 

Dukungan antara lain ditunjukkan dengan diterbitkannya Permen ESDM No 2 tahun 2023 yaitu Penyelenggaraan dan Penangkapan Karbon serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Aturan lain adalah regulasi dengan membuat Bursa Karbon yang rencanannya akan diluncurkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 26 September 2023

Sementara itu, kebutuhan bursa Karbon, nantinya dimungkinkan akan dilakukan carbon trading. Kemudian karbon yang sudah ditangkap dan disimpan akan diperdagangkan.

Hal itu demi memantapkan rencana besar ini, menurut Haruni, berbagai kementerian, lembaga, dan periset kumpul bersama. Sebab, bukan hanya menangkap, menyimpan, dan menjual karbon, praktek ini juga harus mempertimbangkan dampaknya ke lingkungan dan masyarakat.

Ilustrasi jejak karbon.

Photo :
  • ESCP Business School

"Penerapan CCS masih memiliki banyak ketidakpastian terutama mengenai biaya penangkapan dan kompresi CO2. Selain tantangan teknis dan Ekonomi juga ada hal-hal lain seperti HSE pada jangka panjang. Oleh karena itu diharapkan ada masukan dari para pelaku bisnis untuk mengantisipasi dampak yang mungkin muncul," kata Haruni di acara 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (ICIUOG) 2023, Nusa Dua Bali, Jumat 22 September 2023.

Lantas, demi mengantisipasi adanya dampak jangka panjang tersebut, Haruni berharap agar implementasi kegiatan CCS oleh industri hulu migas diprioritaskan menggunakan kawasan hutan yang mengalami degradasi, dibanding kawasan hutan yang sehat. 

"Meskipun industri minyak dan gas merupakan pilar utama perekonomian, industri ini juga mempunyai tanggung jawab besar dalam mengurangi emisi karbon,” kata Haruni.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya