RI Dorong ASEAN 'Tinggalkan' Dolar AS, Ini Keuntungannya
- ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.
Jakarta – Dalam peran Indonesia di Keketuaan ASEAN 2023 ini, sejumlah agenda besar tengah dilancarkan oleh Pemerintah. Salah satunya adalah mengurangi penggunaan dolar Amerika Serikat (dedolarisasi) di kawasan ASEAN.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menjabarkan keuntungan dari mengurangi penggunaan dolar AS itu, Dia pun menyebutkan beberapa dia ntaranya.
"Keuntungannya nanti kita tidak lagi bergantung kepada dolar Amerika Serikat. Karena kalau kita belanja pakai dolar, berarti kebutuhan kita terhadap dolar akan mengikuti belanjanya kita," kata Piter saat dihubungi VIVA Bisnis, Senin, 4 September 2023.
"Jadi (kalau masih menggunakan dolar AS) kita belanja ditentukan oleh seberapa banyak dolar yang kita miliki," ujarnya.
Sehingga, apabila nantinya Indonesia sudah tidak lagi menggunakan dolar AS, maka untuk melakukan ekspor-impor dengan Malaysia kita akan bisa menggunakan Rupiah atau Ringgit Malaysia saja sesuai kesepakatan perdagangan tersebut.
"Jadi kita mengurangi tekanan terhadap dolarnya. Kebutuhan dolarnya jadi tidak banyak," ujarnya.
Mengenai apakah dengan tidak bergantung kepada dolar AS lagi nantinya kebijakan The Fed juga tidak akan terlalu berpengaruh signifikan kepada Indonesia, Piter pun membantah hal tersebut. Sebab, menurutnya dedolarisasi itu baru bisa dimanfaatkan untuk kegiatan ekspor-impor saja.
"Ya tidak, kalau (kebijakan The Fed) dibilang tidak menjadi berpengaruh sama sekali. Itu kan (dedolarisasi) baru hanya untuk kegiatan ekspor dan impor saja," kata Piter.
Karena sampai saat ini dana global masih menggunakan dolar AS, dan dari satu tempat ke tempat lain dolar AS tersebut juga masih akan terus berputar. Terlebih, kebijakan The Fed biasanya juga akan menentukan aliran modal, investasi, dan lain sebagainya. Apalagi, lanjut Piter, volume perdagangan ASEAN juga masih terlalu kecil, dibandingkan dengan volume perdagangan global yang sampai saat ini masih menggunakan dolar AS.
Meskipun, Piter meyakini bahwa ke depannya langkah dedolarisasi ini akan berlanjut sedikit demi sedikit, sehingga perdagangan antarnegara nantinya tidak lagi menggunakan dolar AS. Melainkan menggunakan kata uang dari kedua negara yang bertransaksi ekspor-impor, sesuai kesepakatan perdagangan mereka.
"Misalnya transaksi ekspor-impor antara China dan India, bisa saja nanti mereka menggunakan Yuan China," ujar Piter.
Saat ditanya apakah dedolarisasi ini akan dianggap sebagai ancaman oleh Amerika Serikat, Piter pun menyangsikan hal tersebut. Menurutnya, sampai saat ini dolar AS masih akan menjadi mata uang dunia, dan pengaruhnya hanya berkurang sedikit saja di negara-negara yang tidak lagi menggunakan dolar AS.
"Yang harus dipahami adalah bahwa posisi dolar sebagai mata uang global, berarti kebijakan The Fed itu menjadi lebih leluasa. Mereka mau cetak duit berapa banyak pun tidak masalah. Jadi hak istimewanya Amerika Serikat di dalam perekonomian global, itu hanya sedikit saja berkurang (akibat dedolarisasi), tetapi dia tetap masih punya hegemoni dan kekuasaan yang luas," ujarnya.