Soal Pelabelan BPA, Pakar Ingatkan Jangan Terganjal Kepentingan Industri
- Pixabay
Jakarta – Pemerintah diingatkan untuk tidak tunduk pada keinginan industri dan segera menerapkan aturan pelabelan risiko senyawa kimia Bisfenol A atau BPA pada galon air minum bermerek. Mengingat urgensinya pada kesehatan masyarakat luas.
Pakar epidemologi Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan penundaan pemberlakuan aturan pelabelan hanya akan menjadikan masalah kesehatan publik. Hal tersebut akan terus terakumulasi dan memunculkan kesan adanya pembiaran oleh negara.
“Negara harus segera menerapkan regulasi pelabelan BPA,” kata Pandu di Jakarta, dikutip, Kamis 31 Agustus 2023.
Menurut Pandu, regulasi pelabelan risiko BPA bakal menjadi wahana efektif untuk memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat terkait risiko BPA dalam galon air minum bermerek. Industri air kemasan mengembang tanggung jawab yang juga besar terkait pelabelan tersebut.
Sebagai informasi, BPA adalah salah satu bahan baku pembentuk polikarbonat, jenis plastik keras yang di Indonesia masif digunakan industri air minum sebagai kemasan galon bermerek. Riset di berbagai negara menunjukkan BPA pada plastik polikarbonat rawan luruh dan berisiko pada kesehatan, termasuk bisa memicu kemandulan dan kanker bila terminum melebihi ambang batas.
Pandu bilang, bukan zamannya lagi industri hadir di tengah masyarakat semata mengejar keuntungan. Karena itu regulasi ini harus segera diterapkan.
“Mereka juga punya tanggung jawab mendidik masyarakat serta menjamin setiap produknya aman untuk kesehatan,” katanya.
Sementara itu, Direktur Standarisasi Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Aisyah, menggambarkan risiko kontaminasi BPA adalah sesuatu yang nyata. Karena itulah pemerintah menyiapkan rancangan pelabelan galon bermerek.
Hasil pemeriksaan kandungan senyawa kimia tersebut pada galon bermerek di sejumlah kota menurut Aisyah, menunjukkan tingkat yang kecenderungan yang mengkhawatirkan.
“Datanya memang cenderung mengkhawatirkan, migrasi BPA ada di kisaran 0,06 ppm sampai 0,6 ppm dan bahkan ada yang di atas 0,6 ppm,” katanya.
Sebelumnya, BPOM mengungkap temuan kandungan BPA dalam galon air minum bermerek dalam kemasan polikarbonat di enam daerah melebihi ambang batas aman, 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter, pada periode 2021-2022. Daerah tersebut adalah Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tengah. Di Medan, menurut penelitian BPOM, ditemukan kandungan BPA dalam air di galon 0,9 ppm per liter.
Menurut Aisyah, Pemerintah berencana memperketat ambang batas aman migrasi serta toleransi asupan BPA yang bersumber dari air minum galon bermerek, sumber air minum rutin bagi sedikitnya 85 juta warga Indonesia.
Dia menyebut langkah tersebut sejalan dengan trend global pengetatan pengawasan BPA. Di Uni Eropa, katanya, otoritas keamanan pangan menetapkan ambang batas migrasi BPA sebesar 0,06 ppm dari sebelumnya 0,6 ppm. Masih di Eropa, otoritas keamanan pangan EFSA merevisi batas asupan harian (Total Daily Intake) BPA menjadi 20.000 kali menjadi 0,2 nanogram/kilogram berat badan pada April 2023.
Sambil menunggu pengesahan rancangan regulasi pelabelan BPA, Aisyah menyarankan masyarakat lebih berhati-hati sebelum mengkonsumsi galon air minum bermerek yang beredar di pasar masih dengan kemasan plastik keras polikarbonat.
“Pastikan galonnya masih bersih, baru, kondisinya masih baik, tidak tergores, tidak kusam, tidak buram,” katanya.