Rokok Murah Makin Menjamur, Ekonom Tegaskan Gegara Ini
- Bea Cukai
Jakarta – Pengendalian konsumsi tembakau di Indonesia kini menemui jalan terjal dengan menjamurnya rokok murah di masyarakat. Hal itu disebabkan oleh struktur tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT), yang masih kompleks dengan sistem berlapis.
Ekonom Universitas Indonesia Vid Adrision mengatakan, adanya struktur tarif yang kompleks itu membuat rentang harga antara rokok paling mahal dan murah sangat lebar.
"Kesenjangan harga ini yang kemudian membuka peluang bagi masyarakat untuk membeli rokok yang paling murah," kata Vid dalam keterangan Senin, 24 Juli 2023.
Untuk diketahui, penetapan tarif cukai saat ini didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan No.191/PMK.010/2022. Di mana CHT terdiri dari 8 lapisan tarif. Pemerintah juga telah menetapkan batasan produksi masing-masing jenis rokok melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 146/PMK.010/2017.
"Kita saat ini ada 8 lapisan tarif, di mana tarif yang lebih rendah diberikan jika produksinya lebih sedikit. Kalau SPM dan SKM itu bedanya cuma di atas atau di bawah 3 miliar batang per tahun," ujarnya.
Berdasarkan tarif cukai dan minimum HJE yang saat ini berlaku jelasnya, satu pabrikan SKM golongan 2 dengan produksi 3 miliar batang dapat mencapai omset fantastis hingga lebih dari Rp 3 triliun dalam setahun.
Sehingga dengan perbedaan tarif dan harga jual eceran antar golongan, juga turut memperlebar jarak antara rokok di golongan tertinggi dengan rokok di golongan bawah.
“Sudah tarif tertinggi, harga jual eceran minimumnya pun paling tinggi. Kalau di bawah 3 miliar batang per tahun maka cukainya lebih rendah. Sudah cukai lebih rendah, harga jual eceran minimumnya pun lebih rendah. Artinya, mereka memiliki kesempatan untuk menjual rokok lebih murah dibandingkan di golongan 1,” ujarnya.
Ia pun memprediksi tren peralihan konsumsi rokok ke golongan yang lebih murah masih akan terus terjadi apabila struktur cukai tidak diperbaiki.“Kalau berlapis akan seperti ini terus. Tapi saya tidak yakin akan bisa satu tarif cukai, karena coba cari industri yang bisa memberikan kontribusi ke penerimaan negara sekitar 10 persen, hanya industri rokok tidak ada yang lain. Dari cukai saja 10 persen, belum lagi kalau dihitung PPH dan PPN-nya,” jelasnya.