Harga Rokok Naik Picu Downtrading, Begini Penjelasannya
- VIVAnews/Arrijal Rachman
Jakarta – Fenomena pergeseran konsumsi rokok disebut telah terjadi di masyarakat Indonesia. Hal itu disebabkan semakin tingginya harga rokok yang mendorong perokok pindah ke alternatif rokok yang lebih murah. Terus naiknya cukai hasil tembakau (CHT) diduga menjadi penyebabnya.
Situasi ini pun dikonfirmasi Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan terjadinya penurunan realisasi penerimaan negara dari CHT pada Januari – Mei 2023 sebesar 12,45 persen yoy, yang diakibatkan oleh penurunan produksi rokok golongan I pada segmen sigaret kretek mesin (SKM) maupun sigaret putih mesin (SPM), sedangkan di sisi lain rokok golongan di bawahnya justru mengalami peningkatan.
Menurut Ekonom Universitas Indonesia, Vid Adrison, penurunan produksi pada golongan I terjadi karena turunnya permintaan pasar di golongan I atau downtrading ke golongan II.
“Downtrading artinya ada kenaikan di golongan bawah, yakni di golongan II,” ujarnya dikutip dalam keterangan tertulis, Selasa, 18 Juli 2023.
Ia menilai hal ini merupakan dampak dari cukai berlapis. Produk dengan dengan tarif tertinggi harga jual eceran minimumnya pun paling tinggi. Produk dengan tarif cukai lebih rendah, harga jual eceran minimumnya pun lebih rendah. Akibatnya, terjadi kesenjangan harga yang lebar antara rokok yang dikenai tarif tertinggi dengan rokok-rokok lain dengan tarif yang lebih rendah.
Ia juga melihat pabrikan golongan bawah cerdik memanfaatkan hal ini. “Artinya, mereka memiliki kesempatan untuk menjual rokok lebih murah dibandingkan di golongan I. Ini yang mengakibatkan orang pindah dari golongan I ke golongan II,” katanya.
Bahkan, Ia berpendapat bahwa selama rokok dikenakan cukai yang berbeda-beda, masyarakat seolah diberi insentif untuk memilih produk dengan harga yang lebih rendah.
"Coba seandainya ada merek A harga Rp 30.000, merek B harga Rp 20.000 dengan rasa tidak jauh beda, kira-kira pilih yang mana? Teman-teman saya banyak yang dulunya mengonsumsi rokok golongan I pindah ke golongan II," kata Vid.
Sementara itu, Pengamat ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Gigih Prihantono mengatakan kebijakan cukai yang berlaku bisa menjadi tidak efektif karena seharusnya rokok dijual dengan harga mahal. “Selisih tarif antar golongan dalam sistem tarif cukai saat ini perlu ditanggulangi,” katanya.
Tidak hanya itu, Gigih menilai pemerintah juga perlu memperhatikan tingginya produksi rokok ilegal yang berpotensi merugikan pendapatan negara.
“Sudah jelas bahwa masyarakat berpindah dari barang mahal ke barang murah, nah di sini pemerintah juga harus memperkecil peredaran dari rokok yang tidak bercukai,” ujarnya.