Kemenkeu Buka-bukaan Strategi Pendanaan RI Hadapi Tingginya Potensi Bencana
- VIVA/Andry Daud
Jakarta – Rentetan bencana yang kerap terjadi di Tanah Air seiring dengan besarnya kerugian ekonomi, menjadi dasar Pemerintah Indonesia menyusun strategi pendanaan dan asuransi risiko bencana (PARB) atau disaster financing and Insurance strategy sejak 2018 silam.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono mengatakan, strategi PARB ini bertujuan meningkatkan kemampuan pembiayaan untuk penanggulangan bencana, serta membangun resiliensi ekonomi di tengah terjadinya berbagai bencana di Indonesia.
"Melalui strategi ini, kapasitas pendanaan penanggulangan bencana dapat ditanggulangi dan ditingkatkan, dengan pencarian alternatif sumber pembiayaan yang baru di luar APBN," kata Parjiono dalam telekonferensi, Senin, 10 Juli 2023.
"Selain itu, sebagian dari risiko bencana juga dapat ditransfer melalui asuransi," ujarnya.
Parjiono pun mencontohkan sejumlah kejadian yang melatarbelakangi dibentuknya strategi PARB ini oleh Kemenkeu. Misalnya yakni bencana gempa besar di Jogjakarta tahun 2006, yang menimbulkan kerugian mencapai Rp 29 triliun. Di mana, sayangnya saat itu Indonesia belum memiliki strategi kebijakan untuk pembiayaan dan asuransi risiko bencana.
Kala itu, kerugian yang ditransfer ke sektor asuransi hanya senilai Rp 300 miliar, atau hanya sekitar satu persen dari total kerugian dan kerusakan.
"Sehingga hampir semua biaya rehabilitasi dan rekonstruksi harus ditanggung oleh APBN atau APBD," kata Parjiono.
Hingga 12 tahun kemudian, serangkaian bencana berskala besar masih terus terjadi di Indonesia. Di antaranya yakni gempa dan likuifaksi di Sulawesi Tengah, gempa di Lombok, serta tsunami di Selat Sunda pada 2018.
Secara keseluruhan, pada tahun yang sama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mencatat bahwa telah terjadi lebih dari 2.500 bencana, yang menyebabkan lebih dari 3.300 orang meninggal serta lebih dari 10 juta orang mengungsi.
"Dan dengan kerusakan lebih dari 300.000 unit rumah, serta kerugian ekonomi yang ditaksir mencapai hingga sekitar Rp 100 triliun," ujarnya.