Pajak Natura Resmi Berlaku, Bagaimana Dampaknya ke Penerimaan Negara?
- U-Report
Jakarta – Ada potensi kenaikan penerimaan negara melalui pemberlakuan pajak natura atau pajak kenikmatan, yang berlaku mulai 1 Juli 2023. Namun, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suryo Utomo menyatakan, pihaknya belum bisa memastikan berapa besarannya.
Adapun pajak natura itu diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023. Dia mengatakan bahwa jenis dan batasan natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh sangat mempertimbangkan kepantasan, dengan tujuan mendorong perusahaan/pemberi kerja untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai.
“Jadi bahwa sekarang tadinya itu bukan pengeluaran yang dapat dibiayakan oleh korporasi, sekarang menjadi pengeluaran yang dapat dibiayakan oleh korporasi,” kata Suryo dalam media briefing, di kantornya Kamis, 6 Juli 2023.
Suryo menuturkan, untuk saat ini pajak korporasi yang termasuk dalam PPh badan sebesar 22 persen, akan dicoba dikalkulasikan oleh DJP terlebih dahulu untuk memperhitungkan berapa potensi nilai pajak yang akan didapatkan negara.
“Ini kita coba kalkulasi, saya sih belum mengkalkulasi secara keseluruhan, kita nunggu SPT yang akan disampaikan di tahun 2024 besok untuk tahun pajak 2023,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan aturan teknis mengenai Pajak Natura atau kenikmatan, yang mulai berlaku pada 1 Juli 2023. Sehingga pemberi kerja atau pemberi kenikmatan wajib melakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) atas pemberian natura yang melebihi batasan nilai.
Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023, tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.
"Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan keadilan, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan kini dapat dibiayakan oleh pemberi kerja," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak DJP Kemenkeu, Dwi Astuti dalam keterangannya Kamis, 6 Juli 2023.
Dwi melanjutkan, biaya penggantian itu merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M). Namun sebaliknya, bagi penerima kenikmatan hal itu merupakan objek PPh.