70 Ribu Pekerja Industri Tekstil Kena PHK Gegara Banjir Produk Impor China, Pemerintah Lakukan Ini
- ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Jakarta – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi perlambatan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) saat ini. Perlambatan itu diketahui terjadi akibat kondisi ekonomi dunia serta serbuan produk impor asal China.
Agus mengungkapkan, situasi ekonomi global, utamanya kawasan Eropa dan negara tujuan ekspor lainnya berdampak pada kinerja industri TPT nasional yang memiliki tujuan utama ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa.
"Kebijakan-kebijakan yang ditempuh dalam rangka pengamanan pasar dalam negeri yang akan diambil, diharapkan dapat meminimalisasi dampak dari resesi global terhadap ekonomi nasional berupa penurunan permintaan dan menjaga pasar dalam negeri dari serangan barang asal impor khususnya dari Tiongkok," kata Agus dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 23 Juni 2023.
Dia menjabarkan,Penurunan nilai ekspor TPT pada periode Januari-April 2023 tercatat US$3,7 miliar, turun 28,44 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$5,1 miliar.
Di sisi lain, pasar produk TPT juga mengalami serbuan impor dari China, yang mengalami penumpukan persediaan akibat menurunnya permintaan dari Amerika Serikat dan Eropa. Sehingga mulai mencari negara pasar baru untuk menampung hasil produksinya, termasuk Indonesia.
"Apalagi, Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang cenderung stabil dan populasi penduduk yang besar. Hal ini menjadikan kita sebagai tujuan pasar yang potensial bagi produk TPT asal Tiongkok," imbuhnya.
Situasi itu juga dinilai mengancam industri TPT dalam negeri. Sehingga, perlu kebijakan pengamanan pasar dalam negeri untuk meminimalisasi dampak dari menurunnya permintaan dan potensi dumping dari China.
"Kami memperoleh laporan bahwa industri serat mulai mengurangi produksinya. Hal ini terjadi karena impor serat dan filamen sintetis, serta kain yang mulai membanjiri pasar dalam negeri," jelas Menperin.
Lebih lanjut Agus menegaskan, terpengaruhnya kinerja industri TPT juga menyebabkan pengurangan tenaga kerja yang cukup signifikan. Hingga saat ini, telah terjadi pengurangan tenaga kerja berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri TPT hingga mencapai 70 ribu orang.
Untuk itu, Kemenperin akan mengambil kebijakan mitigasi berupa kebijakan jangka pendek dengan meningkatkan pengawasan pasar TPT dalam negeri dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait, serta kebijakan jangka panjang dengan menjaga pasar TPT dalam negeri, meningkatkan kinerja industri TPT, dan melakukan konektivitas industri TPT dari hulu, antara, hingga ke hilirnya.
Kebijakan pengamanan pasar dalam negeri yang telah diterapkan berupa penerapan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) untuk produk benang, kain, tirai, dan karpet serta bea masuk antidumping (BMAD) untuk produk polyester staple fiber (PSF).
Selain itu, Kemenperin mengusulkan perubahan kebijakan pelarangan terbatas, menarik pengawasan dari post border ke border untuk produk pakaian jadi dan aksesoris pakaian serta barang jadi tekstil, serta meningkatkan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 jo Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor khususnya untuk pakaian bekas dan barang bekas lainnya (HS 6309.00.00).
Kemudian, meningkatkan pengawasan terhadap barang beredar yang wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia dan mengusulkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu memperbaiki kondisi industri TPT dalam negeri.
Hal lain yang akan dilakukan adalah segera menyusun standar bidang industri, meliputi perumusan spesifikasi teknis (ST) dan pedoman tata cara (PTC) untuk memberikan kepastian usaha, kelancaran dan efisiensi transaksi perdagangan di dalam negeri dan Internasional. Dengan demikian dia berharap dapat meningkatkan daya saing nasional, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, dan kepastian dalam berusaha.
Kemenperin juga akan mengevaluasi keberadaan pusat logistik berikat (PLB) yang berjumlah 106 PLB, tersebar di 159 lokasi. Evaluasi terhadap PLB ini perlu dilakukan karena disinyalir ada penyimpangan pengeluaran barang asal impor dari PLB. Hal ini terlihat dari banyaknya pakaian jadi asal impor di e-Commerce dengan harga yang jauh lebih murah dan sampai di konsumen dengan cepat.
Langkah selanjutnya adalah menindaklanjuti usulan insentif keringanan pembayaran listrik untuk industri. Insentif yang diminta industri berupa relaksasi pembayaran tagihan listrik, penetapan besaran denda keterlambatan pembayaran dengan harga wajar, penetapan satu tarif listrik (tarif luar waktu beban puncak bagi industri yang beroperasi 24 jam), pemberian keringanan tarif listrik, dan pelonggaran penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap.
Kemenperin juga telah mengambil kebijakan melalui program peningkatan ekspor, pengendalian impor, serta peningkatan daya saing industri. Program peningkatan ekspor dijalankan dengan mendorong kerja sama free trade agreement (FTA) dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Selanjutnya, memperkuat promosi guna mencari pasar dan pengendalian impor.
Adapun untuk meningkatkan daya saing industri, Pemerintah melakukan pengembangan dan pelatihan SDM industri, restrukturisasi mesin dan peralatan industri. Serta memberikan subsidi harga gas bumi tertentu (HGBT), dalam hal ini bagi industri hulu tekstil.
Dalam catatan Kemenperin, pada triwulan I 2023, laju pertumbuhan PDB industri TPT sebesar 0,07 persen, melambat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 3,61 persen (yoy). Kontribusi PDB industri TPT terhadap PDB nasional pada triwulan I 2023 juga mengalami penurunan menjadi 1,01 persen jika dibandingkan dengan triwulan I 2022 sebesar 1,10 persen.
Penurunan juga terjadi pada utilisasi industri tekstil pada Mei 2023, yaitu menjadi 67,59 persen. Begitu pula industri pakaian jadi yang penurunan utilisasinya menurun hingga 74,79 persen. (Ant)