Rumah Subsidi Dapat Pembebasan PPN 11 Persen dari Harga Jual
- ANTARA FOTO/Nurul Ramadhan
Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan, aturan untuk memenuhi kebutuhan hunian layak huni dan terjangkau terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pemerintah dalam hal ini memberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen dari harga jual rumah tapak.
Hal itu diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60/PMK.010/2023 PMK ini ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan rumah (availability), meningkatkan akses pembiayaan bagi MBR (accessibility), menjaga keterjangkauan rumah yang layak huni (affordability) serta menjaga keberlanjutan program dan fiskal (sustainability).
"Adanya PMK ini, setiap rumah mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN sebesar 11 persen dari harga jual rumah tapak atau antara Rp 16 juta sampai dengan Rp 24 juta untuk setiap unit rumah," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan Senin, 19 Juni 2023.
Febrio menuturkan, selain untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan rumah layak huni yang terjangkau bagi MBR, fasilitas pembebasan PPN ini juga akan berdampak positif pada perekonomian nasional. Termasuk terhadap investasi industri properti dan industri pendukungnya, penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan konsumsi masyarakat.
“Fasilitas pembebasan PPN ini ditujukan untuk mendukung penyediaan setidaknya 230.000 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang ditargetkan oleh Pemerintah,” ujarnya.
PMK baru ini mengatur batasan harga jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN menjadi antara Rp 162 juta hingga Rp 234 juta untuk tahun 2023, dan antara Rp 166 juta hingga Rp 240 juta untuk tahun 2024 untuk masing-masing zona.
Pada peraturan sebelumnya kata Febrio, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN adalah antara Rp 150,5 juta hingga Rp 219 juta. Kenaikan batasan ini mengikuti kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7 persen per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.
“Sejak berlakunya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan tahun 2010 lalu, sudah lebih dari dua juta masyarakat berpenghasilan rendah yang mendapatkan rumah subsidi. Pembaruan fasilitas Pembebasan PPN ini menjadi instrumen pemerintah untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau,” ujarnya.
Selain dari sisi harga, pemerintah juga menjamin kelayakan hunian dengan mematok luas minimum bangunan rumah dan tanah yang diberi fasilitas. Dengan demikian, terdapat lima persyaratan agar masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas untuk rumah umum ini, yakni, pertama luas bangunan antara 21-36 m2, kedua luas tanah antara 60-200 m2.
Kemudian ketiga, harga jual tidak melebihi batasan harga dalam PMK, keempat merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria MBR, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak dimiliki. Dan kelima memiliki kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi dari Kementerian PUPR atau BP Tapera.
Febrio mengatakan, fasilitas pembebasan PPN juga diberikan untuk pondok boro bagi koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Pemerintah juga membebaskan PPN untuk penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah, Pemda dan/atau Pempus.
"Terakhir, pembebasan PPN juga diberlakukan untuk penyerahan rumah pekerja oleh perusahaan kepada karyawannya sendiri dan tidak bersifat komersial," ujarnya.
Selain itu, pemerintah melalui Kementerian PUPR juga memberikan bantuan subsidi selisih bunga. Subsidi ini bertujuan agar MBR tetap dapat membayar cicilan rumah dengan tingkat bunga sebesar 5 persen.
"Dengan demikian, total manfaat yang akan diterima untuk setiap rumah subsidi selama masa pembayaran cicilan rumah dengan bantuan subsidi dan pembebasan PPN berkisar antara Rp 187 juta sampai dengan Rp 270 juta," ujarnya.