Simak! Analisis Rhenald Kasali soal Toko Buku Gunung Agung Tutup

Toko buku Gunung Agung.
Sumber :
  • Instagram

VIVA Bisnis  – Salah satu legenda toko buku di Tanah Air, yakni Toko Buku Gunung Agung, mengumumkan rencana penutupan seluruh toko/outlet mereka yang tersisa pada akhir tahun 2023.

Setelah Unpad dan UGM, Giliran Akademisi UI Angkat Bicara soal PK Mardani Maming

PT GA Tiga Belas yang membawahi Toko Buku Gunung Agung, sebelumnya telah mengungkapkan latar belakang keputusan ini. Hal tersebut disebabkan karena perusahaan kerap merugi, sehingga bebannya pun semakin berat dan sudah tidak bisa lagi ditanggung dan dipertahankan oleh pihak perusahaan.

Dengan kegagalan bertahan dari segi bisnis tersebut, sebenarnya hal itu merupakan sebuah ironisme mengingat Toko Buku Gunung Agung telah berdiri selama 70 tahun dalam bisnis percetakan dan penerbitan. Terlebih, Gramedia sebagai salah satu pesaingnya, justru masih sanggup bertahan sampai saat ini.

UI dan Toyota Buka Jalan Menuju Indonesia Hijau

Sebenarnya, aspek apa yang menjadi penyebab utama dari kegagalan bisnis Toko Buku Gunung Agung sehingga mereka akhirnya menyerah akibat dirundung rugi yang terus menerus?

Saat dimintai pendapatnya, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Prof. Rhenald Kasali mengakui, sebenarnya sudah lama Toko Buku Gunung Agung kelihatan sepi. Namun, sepertinya strategi bisnis yang dijalankan tetap sama, sehingga mereka tidak lagi mampu bertahan dari kerugian.

FHUI Bakal Jadi Pelopor Cetak Pemimpin Hukum Berkelas Dunia dan Berkeadilan

Dia menyebut, apa yang terjadi dengan Toko Buku Gunung Agung ini sama seperti yang dialami oleh Toko Buku Togamas, yang dulu terkenal di Yogyakarta hingga Malang. Di mana, tidak lama setelah pemilik Togamas meninggal, maka tokonya pun tak lama kemudian ikut mati.

"Karena pemilik (toko buku) itu harus mempunyai 'passion'. Sebab, di bisnis buku ini 'passion' itu sangat penting," kata Rhenald saat dihubungi VIVA, dikutip Rabu, 24 Mei 2023.

Rhenald Kasali.

Photo :
  • VIVAnews/Fernando Randy

Selain itu, dia juga menyinggung soal strategi bisnis dari sebuah toko buku fisik, di mana saat ini umumnya toko-toko buku tidak hanya menjual buku saja.

"Jadi toko-toko buku itu isinya bukan lagi sekedar buku, tapi ada buku dan ada juga non-buku. Seperti misalnya perlengkapan anak sekolah, alat kantor, alat musik, dan lain sebagainya," ujarnya.

Selain itu, dengan beragamnya varian buku yang ada saat ini, perubahan tren para pembaca dan pasar buku juga harus cepat diadaptasi oleh para pelaku bisnis penerbitan buku. Karena, setiap tahun selera buku masyarakat memang berubah, di mana misalnya jenis buku yang laku di tahun ini adalah buku motivasi, buku-buku agama, buku manajemen, novel, science fiction, dan lain sebagainya.

"Jadi tiap tahun pasar buku itu beda-beda, dan toko buku itu tidak bisa lagi sebesar seperti dulu. Jadi ukuran tokonya dikecilkan dan pilihannya diperbanyak. Seperti alat musik, alat sekolah, alat kantor, dan lain sebagainya," kata Rhenald.

Dia bahkan membandingkan dengan eksistensi Gramedia, yang disebut masih cukup adaptif dalam membaca tren dan pasar di industri perbukuan Tanah Air. Terlebih, Gramedia juga dinilai telah banyak melakukan perubahan pada strategi bisnis mereka, sehingga secara konsep dan tampilan pun mereka bisa terus berkembang seiring perubahan tren dan zaman.

"Gramedia di Matraman itu kan tidak jauh dari Kwitang tempat Toko Buku Gunung Agung berada, dan itu dia sampai sekarang tetap bisa ramai karena mereka (Gramedia) bisa menyesuaikan. Meskipun kalau dilihat di dalam toko Gramedia itu sudah berubah dan tidak seperti dahulu. Jadi strategi bisnis memang sangat perlu," ujar Rhenald.

Minat Baca Buku Tidak Menurun

Rhenald Kasali

Photo :
  • Instagram

Mengenai apakah tutupnya seluruh outlet Toko Buku Gunung Agung ini terkait dengan minat baca masyarakat yang disebut-sebut menurun, Rhenald pun membantah hal tersebut. Menurutnya, saat ini minat baca masyarakat justru tengah kembali melonjak, karena minat penulis juga sedang naik. Artinya, jika minat penulis naik, maka minat baca juga berarti naik.

Walaupun, lanjut Rhenald, saat ini yang umumnya dibaca masyarakat itu semakin pendek, akibat 'attention spend' masyarakat yang juga makin singkat. Dimana sebelumnya mereka bisa menonton YouTube sampai 1 jam, namun sekarang hanya 7 menit. Begitupun dengan tren tontonan video Tik Tok yang trennya hanya 1 menit dan semakin pendek.

"Maka orang- orang saat ini hanya mencari tulisan-tulisan yang ringan dan yang ada ringkasan, atau tulisan yang bisa bercerita dan menarik. Jadi minat baca turun terhadap buku-buku yang memang tidak menarik, masyarakat memang lebih kritis dan lebih punya pilihan," kata Rhenald.

"Maka, apa yang terjadi dengan Toko Buku Gunung Agung ini sepertinya memang terkait dengan strategi bisnis, dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan zaman," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya