Konsumen Beralih ke Rokok Murah, Penerimaan Cukai Bisa Makin Seret

Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVAnews/Arrijal Rachman

VIVA Bisnis – Indikasi peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading) mulai terlihat dari kinerja emiten rokok di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sejumlah analis pasar modal pun mengingatkan tren peralihan konsumsi rokok masyarakat akan menghambat optimalisasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) dalam jangka panjang.

Emiten-emiten besar di Golongan 1 (tarif cukai tertinggi) mengalami penurunan volume penjualan dan produksi yang signifikan. Sebaliknya, emiten yang dibebani tarif cukai lebih rendah mengalami kenaikan volume penjualan.

Laporan interim emiten dan berbagai riset sekuritas memperlihatkan kinerja emiten rokok besar di kuartal I 2023 dipengaruhi oleh kenaikan harga produk dan penurunan harga pokok penjualan akibat berkurangnya produksi. Situasi sebaliknya terjadi pada emiten yang lebih kecil.

Analis Asosiasi Analis Efek Indonesia, Reza Priyambada menilai, berkurangnya penerimaan negara bisa jadi akibat masyarakat yang sensitif terhadap perubahan harga.

“Akan ada pergeseran konsumsi kalau ada kenaikan harga,” kata Reza, dikutip Jumat, 12 Mei 2023.

Tembakau kering yang dilinting untuk menjadi rokok di pabrik.

Photo :
  • VIVA/ Yeni Lestari.

Sementara itu, Riset Indopremier mencatat, sepanjang kuartal I 2023 PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) mencatatkan volume penjualan secara tahunan (year-on-year) untuk SKT turun 1,2 persen dan SKM turun 13,8 persen. 

Akibatnya, jumlah setoran pita cukai, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak rokok Gudang Garam sepanjang kuartal I 2023 Rp 21,47 triliun, atau turun 14,3 persen dibanding kuartal I 2022 sebesar Rp 25,06 triliun.

OJK Ungkap Peringkat Corporate Governance RI di Asean Masih Posisi 5

Hal yang sama juga terjadi pada PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP). Volume penjualan perusahaan sepanjang kuartal I turun 5,8 persen (yoy). Akibatnya, setoran cukai dari produk yang telah terjual oleh perusahaan ini pada kuartal I 2023 hanya Rp 16,5 triliun, turun 6,25 persen dari Rp 17,6 triliun di kuartal I 2022.

Penurunan produksi emiten besar ini berdampak pada penerimaan cukai negara mengingat posisinya sebagai kontributor terbesar penerimaan CHT.

Bahas Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek, Kemenkes Janji Rangkul Seluruh Stakeholder

Sebaliknya, emiten menengah seperti PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM) meraup untung dari pergeseran konsumsi masyarakat ke rokok yang lebih murah. Terjadi peningkatan produksi dan pemakaian pita cukai oleh perusahaan ini dalam beberapa bulan terakhir. Data laporan keuangan Wismilak mencatat, pemakaian pita cukai sepanjang kuartal I 2023 sebesar Rp 602,6 miliar, melonjak 41,42 persen dari Rp 426,1 miliar di kuartal I 2022.

Dampak downtrading ini disebut juga terefleksi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dirilis Kementerian Keuangan. Pada kuartal 1 2023, penerimaan kepabeanan dan cukai merosot 8,93 persen menjadi Rp 72,74 triliun. Hal ini disebabkan oleh merosotnya pos penerimaan bea keluar dan menurunnya penerimaan dari sektor CHT. Adapun penerimaan CHT pada kuartal 1 2023 terkoreksi 0,74 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 55,24 triliun.

Tindak Rokok Ilegal, Bea Cukai Semarang Serahkan Tersangka dan Barang Bukti ke Kejaksaan

Menurut Reza, kondisi ini dipastikan akan terus terjadi selama selisih tarif cukai antara Golongan 1 dan golongan di bawahnya masih lebar. Tanpa perubahan kebijakan tarif saat ini, pabrikan Golongan 1 bakal terus tertekan, sementara konsumen terus beralih ke rokok murah. 

“Persentase orang yang mengonsumsi rokok non-premium (murah) makin besar, berkebalikan dengan konsumsi rokok premium (dari Golongan 1),” ujar Reza.

Sementara itu, Analis Mirae Asset Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama juga menegaskan penerimaan cukai mengalami tren downtrading.

“Harga rokok dari Golongan 1 lebih mahal sementara Golongan 2 lebih murah. Perolehan cukai rokok dari Golongan 1 pasti turun sementara Golongan 2 sebaliknya. Penerimaan cukai Golongan 2 yang lebih tinggi menyebabkan penerimaan negara kurang optimal,” tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya