Permintaan Stainless Steel Turun, Pengusaha Ungkap Dampaknya ke RI
- Ist.
VIVA Bisnis – Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Nikel Perjuangan (APNIPER) Achyar Al Rasyid mengungkapkan, saat ini terjadi penurunan permintaan stainless steel di tingkat global. Akibatnya, hal itu berdampak pada daya beli smelter terhadap ore nickel.
Achyar mengatakan, penurunan stainless steel kini menjadi challenge baru ketika suplay lebih banyak daripada demand-nya. Melimpahnya cadangan ore nikel di RI juga tidak diikuti dengan penyerapan daya beli smelter pemurnian nikel.
"Penurunan permintaan stainless steel global mempengaruhi daya beli smelter terhadap ore nickel, di mana ber-efek juga kepada para penambang. Beberapa smelter memilih untuk mengurangi pembelian ore nickel demi menjaga stabilitas cashflow," kata Achyar dalam keterangan Kamis, 11 Mei 2023.
Maka dengan itu kata Achyar, diperlukan langkah-langkah terobosan yang harus dilakukan. Hal itu untuk menjaga keberlanjutan saat ini, karena pengurangan penyerapan ore nickel oleh smelter nickel.
"Solusi pertama yang ditawarkan adalah perlu ada langkah untuk bisa menurunkan cost produksi smelter nickel. Cost produksi smelter nickel terbesar itu ada pada energi, yaitu batubara. Harga pokok produksi Nickel Pig Iron (NPI) sebagai salah satu kandungan di dalam stainless steel, batu bara digunakan untuk memanaskan tungku pembakaran ore nickel. Ketersediaan batu bara nasional dan harga yang kompetitif sangat krusial untuk menjaga sustainabilitas industri nickel tanah air,” ucapnya.
Menurut Achyar, pasca penetapan Domestic Market Obligation (DMO) 25 persen, ditetapkan harga jual batubara untuk Penyediaan Tenaga Listrik demi Kepentingan Umum sebesar US$70 per metrik ton Free On Board (FOB) Vessel. Sementara untuk harga industri lainnya tidak mengalami “spesialisasi”.
Achyar menuturkan, hal itu lah yang memengaruhi harga pokok produksi Nickel Pig Iron (NPI) meningkat. Namun, apabila terdapat penyetaraan harga antara untuk tenaga listrik dan industri pemurnian nikel (smelter), merupakan solusi untuk menekan harga pokok produksi.
"Solusi yang pertama adalah, pemerintah perlu memberlakukan harga jual batubara untuk Smelter Nickel dalam negeri dengan harga yang sama untuk Penyediaan Temaga Listrik, yaitu sebesar US$70 per metrik ton FOB Vessel," ujarnya
Achyar menambahkan jika HPM (harga patokan mineral) yang diturunkan untuk menjaga stablitas cashflow industri pemurnian nickel (smelter). Tentu saja yang akan babak belur adalah para penambang karena ore yang dihasilkan penambang di beli murah oleh smelter.
“Mengingat semangat sustainabilitas adalah bagaimana menawarkan win win solution kepada semua pihak yang terlibat di lingkaran industri nikel tanah air,” katanya.
Solusi kedua, APNIPER For Sustainability berpandangan bahwa Surat Edaran Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor : 2.E/MB.04/MEM.B/2023 Tentang Kewajiban Pelaksanaan Transaksi Penjualan dan Pembelian Bijih Nikel Dalam Basis Free On Board (FOB) perlu dijalankan secara konsisten.
Surat edaran ini telah menetapkan bahwa sistem pelaksanaan harga patokan mineral (HPM) adalah berbasis Free On Board (FOB), yang dimana menentukan bahwa tanggung jawab dan risiko pengiriman barang ditanggung oleh penjual sampai barang tersebut diterima oleh kapal pengangkut di pelabuhan pengapalan belum terlaksana sepenuhnya
“Pemerintah harus memastikan betul betul sistem FOB berjalan, agar ada kepastian bagi para pelaku usaha pertambangan dalam melakukan jual beli ore nickel," imbuhnya.