Bank Dunia Sebut Subsidi Energi Tak Efektif Kurangi Tingkat Kemiskinan di RI

Ilustrasi Bank Dunia.
Sumber :
  • ANTARA/HO-Bank Dunia/am

VIVA Bisnis – World Bank atau Bank Dunia meminta Pemerintah RI untuk menghapus subsidi energi dan pertanian. Sebab subsidi tersebut tidak efektif dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia.

BTN Syariah Ekspansi Bisnis Gandeng Kampus Jelang Spin-Off

Bank Dunia dalam laporannya yang berjudul ‘Pathways Towards Economic Security, Indonesia Poverty Assessment’ mengatakan bahwa dengan dihapusnya subsidi energi dan pertanian dapat meningkatkan sumber daya fiskal.

"Menghapus subsidi energi dan pertanian dapat meningkatkan sumber daya fiskal lebih lanjut. Subsidi energi mahal dan tidak efektif dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan," demikian keterangan Bank Dunia, Selasa, 9 Mei 2023.

Ombudsman Usul Bansos Tak Boleh Lagi Berbentuk Beras atau Uang 

Ilustrasi potret kemiskinan di perkotaan (sumber: freepik)

Photo :
  • vstory

Menurut Bank Dunia, bila dibandingkan dengan subsidi energi dan pertanian, bantuan sosial lebih efisien untuk mengurangi tingkat kemiskinan.

Jaga Pasokan Energi Perode Nataru, PIS Kerahkan 326 Armada Tanker

"Bantuan sosial tidak hanya lebih efisien untuk mengurangi kemiskinan tetapi juga sangat progresif dalam menurunkan ketimpangan," jelasnya.

Bank Dunia menilai, subsidi energi dan pangan hanya mengurangi kemiskinan sebesar 2,4 basis poin (bps). Dan sebanyak seperangkat program bantuan sosial inti yang biayanya hanya 0,4 persen dari PDB.

"Sebagian besar subsidi BBM tidak tepat sasaran dan bahkan dapat bersifat regresif, tetapi berkontribusi terhadap emisí gas rumah kaca yang lebih tinggi," ujarnya.

Pemerintah kata dia juga membelanjakan, 2 hingga 3 persen dari PDB untuk pertanian, yang sebagian besar untuk subsidi produk pertanian.

"Namun demikian, subsidi tersebut tidak tepat sasaran bagi petani miskin, sebagian besar tidak efektif, mendistorsi pasar pertanian, dan melemahkan produktivitas pertanian," kata dia.

Ilustrasi pajak

PPN Jadi 12 Persen Ditegaskan Tak Bikin Daya Beli Loyo, Ekonom Ungkap Perhitungannya

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik dari 11 persen ke 12 persen mulai 1 Januari 2025.

img_title
VIVA.co.id
23 Desember 2024