Ekonom Ramal Industri Ini Bakal Kena Imbas Kenaikan Suku Bunga AS Selain Sektor Keuangan
- Viva.co.id/Mitra Angelia
VIVA Bisnis – Federal Reserve atau the Fed telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 0,25 basis poin (bps) pada Rabu, waktu setempat. Kenaikan itu mendorong suku bunga acuan AS menjadi 5 persen hingga 5,25 persen.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, kenaikan suku bunga tersebut memberikan dampak negatif salah satunya ke industri manufaktur.
"Industri manufaktur mengeluh yang harusnya Lebaran dorong sektor manufaktur tapi nggak signifikan kenaikan kapasitas produksi manufaktur. Karena salah satunya terhambat kenaikan suku bunga pinjaman untuk modal kerja, pembelian bahan baku, dan mesin," kata Bhima saat dihubungi VIVA Kamis, 4 Mei 2023.
Bhima menjelaskan, dampak kenaikan suku bunga acuan juga berimbas terhadap penyaluran kredit terutama kredit properti dan kendaraan bermotor.
"Ini kan perlu dipompa agar ekonomi pulih pasca-Lebaran. Tapi kalau bunganya terlalu tinggi imbasnya juga negatif terhadap ekonomi dan penyaluran kredit, nah nanti makin banyak anak muda sulit mengakses KPR karena bunganya tinggi, ataupun beli kendaraan bermotor baru," jelasnya.
Bhima memperkirakan, kenaikan suku bunga the Fed masih akan terus berlanjut meskipun tidak sebesar tahun sebelumnya yang sebesar 50 bps.
"Satu-satunya yang menghambat the Fed untuk tidak menaikkan suku bunga lagi cuman krisis perbankan. Jadi kalau misalkan sektor finansial-nya itu terus bergejolak banyak bank yang gagal bayar, maka di situ the Fed akan mempertimbangkan untuk stop menaikkan suku bunga," kata dia.
Bhima mengatakan, dengan the Fed yang menaikkan suku bunga acuannya, maka BI dinilai juga perlu mengkerek suku bunga acuannya. Hal itu untuk menjaga agar nilai tukar rupiah tidak kembali tertekan oleh dolar AS.
"Jadi momentum harus dijaga, jadi obatnya itu adalah menaikkan suku bunga acuan 25 bps lagi," imbuhnya.