Saran Mahfud MD Buat Sri Mulyani soal Transaksi Janggal Emas Rp189 Triliun
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Bisnis – Pemerintah melalui Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) telah melakukan tindak lanjut atas transaksi janggal berupa emas senilai Rp 189 triliun di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, atas nilai transaksi Rp 189 triliun itu sudah dilakukan langkah hukum terhadap (Tindak Pidana Asal (TPA) dan telah menghasilkan putusan pengadilan hingga Peninjauan Kembali (PK).
"Komite memutuskan untuk tetap melakukan tindak lanjut termasuk hal-hal yang selama ini belum masuk kedalam proses hukum (case building) oleh Kementerian Keuangan," kata Mahfud di kantor PPATK, Jakarta, Senin 10 April 2023.
Sebelumya, Mahfud membeberkan adanya dugaan pencucian uang sebesar Rp189 triliun yang ditutupi oleh anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait penjualan emas batangan impor.
“Saya ingin menjelaskan fakta dan nanti datanya bisa diambil. Bahwa ada kekeliruan pemahaman Ibu Sri Mulyani, karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah,” kata Mahfud.
Diduga, kata Mahfud, temuan Rp189 triliun itu merupakan pencucian uang cukai 15 entitas terkait impor emas batangan tapi laporannya menjadi pajak. “Sehingga kita diteliti, oh iya perusahaan ini banyak, hartanya banyak, pajaknya kurang. Padahal ini cukai di laporan ini. Apa itu emas? Ya,” sebutnya.
Mahfud mengatakan impor emas batangan yang mahal-mahal itu diduga ada manipulasi surat, di mana surat cukainya ditulis emas mentah. Padahal, sudah terbentuk emas batangan.
“Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah, diperiksa oleh BPT tinggal diselidiki, di mana kamu kan emasnya sudah jadi, dibilang emas mentah, ndak. Ini emas mentah yang dicetak di Surabaya, dicari ke Surabaya ndak ada pabriknya,” katanya.
Ia menambahkan laporan transaksi mencurigakan Rp 189 triliun diberikan oleh PPATK tahun 2017, bukan tahun 2020. Tahun 2017, kata dia, diberikan tidak pakai surat, tapi diserahkan oleh Ketua PPATK langsung kepada Kementerian Keuangan yang diwakili Direktorat Jenderal Bea Cukai, Irjen Kementerian Keuangan dan dua orang lainnya.
“Kenapa tidak pakai surat? Karena ini sensitif masalah besar. Dua tahun ndak muncul tahun 2020 dikirim lagi, ndak sampe ke Bu Sri Mulyani, sehingga bertanya ketika kami kasih itu dan yang dijelaskan yang salah, di mana salahnya, itu nanti,” tuturnya.