OJK Ungkap Pelajaran di Balik Bangkrutnya Silicon Valley Bank
- Antara/Reuters/Nathan Frandino
VIVA Bisnis – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan bahwa penutupan Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu, tidak memiliki dampak langsung dan sistemik terhadap sektor perbankan di Tanah Air.
Meski demikian, Deputi Komisioner Pengawas Bank Pemerintah dan Syariah OJK, Bambang Widjanarko mengatakan, kegagalan SVB nyatanya juga memiliki pengaruh terhadap perbankan nasional, akibat kesamaan industri yakni sama-sama industri perbankan.
Di mana, industri perbankan tersebut menurutnya sama-sama mengedepankan azas kepercayaan. Sehingga, jika ada satu saja bank di tataran global yang bermasalah maka efeknya akan menjadi luar biasa bagi bank-bank di negara lainnya.
"Kalau kita melihat kondisi perbankan nasional, sebenarnya kita harus bersyukur karena kasus SVB kemarin itu bisa ditangani dengan cepat. Sehingga menculnya aspek ketidakpercayaannya itu tidak sampai menjalar ke mana-mana," kata Bambang dalam telekonfrensi di webinar 'Lesson Learned Kasus Silicon Valley Bank', dikutip Jumat,7 April 2023.
Karenanya, Bambang pun mengaku bersyukur dan sangat mengapresiasi otoritas perbankan AS, dalam melakukan penanganan yang cepat terhadap penutupan SVB tersebut. Sehingga, dampak langsung dan sistematis dari penutupan SVB tersebut tidak sampai dirasakan oleh perbankan di Tanah Air.
Bahkan, dia memastikan jika kondisi perbankan nasional masih sangat baik dan stabil. Di mana sampai dengan Februari 2013, kondisi perbankan nasional menurutnya cukup terjaga dengan baik dan masih menunjukkan momentum pertumbuhan yang terus berkelanjutan.
"Sampai dengan Februari 2023, jumlah dana pihak ketiga (DPK) di perbankan nasional mencapai Rp 7.989 triliun yang sebagian besarnya didominasi oleh CASA. Ini merupakan rekor dunia untuk DPK," ujar Bambang.
Di sisi lain, stabilitas perbankan nasional juga terlihat dari likuiditas beberapa rasio parameter yang digunakan. Misalnya seperti liquidity coverage ratio, yang terus digunakan OJK sebagai pelengkap pemantauan likuiditas yang saat ini juga masih menunjukkan rasio yang cukup besar yaitu 244,2 persen.
"Sementara itu, kredit sampai bulan Februari 2023 ini tercatat sebesar Rp 6.375 triliun, atau secara year-on-year nya tumbuh 10,64 persen. Di mana, pertumbuhan ini ditopang oleh kredit investasi dengan NPL (non-performing loan) yang juga relatif masih terjaga di 2,58 persen," ujarnya.