Potensi Pencemaran BPA pada Produk Kemasan Galon AMDK Ditegaskan Bukan Hoax, Ini Penjelasannya

Ilustrasi galon.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Bisnis – Potensi cemaran Bisphenol A (BPA) dalam galon guna ulang Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) terus bergulir menjadi polemik saat ini. Hal tersebut pun ada yang berpendapat hanyalah hoaks dan merupakan bentuk persaingan usaha saja.

Unilever Otak Atik Strategi Dampak Boikot, Pendapatan Anjlok hingga Pilih Lepas Usaha Es Krim di Indonesia 

“Pendapat itu absah saja karena nyaris di setiap persoalan bisnis selalu ada dua unsur yang tarik-menarik: kesehatan masyarakat (dan kelestarian lingkungan) versus kepentingan komersial,” kata Koordinator Advokasi FMCG Insights Willy Hanafi, dikutip dari keterangannya, Rabu, 22 Februari 2023.

Dia mencontohkan, dalam bisnis makanan dan minuman, banyak kalangan saat ini mempersoalkan potensi bahaya minuman berpemanis dalam kemasan. Mereka mendesak pemerintah untuk menerapkan kebijakan cukai atas minuman berpemanis dalam kemasan.

Bisnis Lokal di Berbagai Negara Dapat Angin Segar Imbas Masifnya Boikot Produk Terafiliasi Israel

Kebijakan ini pun sudah tertera dalam APBN 2023, tapi pelaksanaannya ditunda karena faktor ekonomi. ”Jadi, sekali lagi akan selalu ada tarik menarik antara kepentingan kesehatan publik dengan kepentingan komersial,” katanya.

Ilustrasi BPA.

Photo :
  • Pixabay.
7 Skill Rahasia yang Dimiliki Pengusaha Sukses, Anda Sudah Punya?

Karenanya, FMCG Insights yang telah berdiskusi dengan ahli ekonomi dan bisnis dari Universitas Indonesia, Tjahjanto Budisatrio, yang menilai apabila telah ada ‘eksternalitas negatif’ dari suatu aktivitas bisnis, Pemerintah harus mengintervensi pasar.

Meskipun intervensi itu bisa saja merugikan bisnis. Karena adanya eksternalitas negatif berupa terpaparnya konsumen kepada BPA dalam jangka panjang dari galon guna ulang.

Pernyataan tersebut sekaligus menjawab adanya tudingan yang menyebut FMCG Insights menyebarkan hoaks karena FMCG Insights ikut mendukung pelabelan ‘Berpotensi Mengandung BPA’ pada AMDK galon guna ulang (plastik keras polikarbonat).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri telah melakukan survei terhadap AMDK galon guna ulang, baik di sarana produksi, distribusi maupun penyimpanan, selama 2021-2022.

Hasil survei lapangan itu menemukan 3,4% sampel di sarana peredaran ‘tidak memenuhi syarat’ batas maksimal migrasi BPA, yakni 0,6 bpj (bagian per juta).

Lalu ada 46,97 persen sampel di sarana peredaran dan 30,91 persen sampel di sarana produksi yang dikategorikan mengkhawatirkan, atau migrasi BPA-nya berada di kisaran 0,05 bpj sampai 0,6 bpj. Ditemukan pula 5 persen di sarana produksi (galon baru) dan 8,67 persen di sarana peredaran yang dikategorikan berisiko terhadap kesehatan karena migrasi BPA-nya berada di atas 0,01 bpj.

Dari hasil survei yang sama, BPOM bahkan juga mengungkap bahwa bahwa Tolerable Daily Intake (TDI) (Jumlah asupan senyawa kimia yang aman bagi manusia dalam jangka panjang) BPA di empat kabupaten dan kota telah melebihi angka 100 persen, atau melampaui ambang batas aman 4 mikogram per kilogram berat badan per hari.

Atas dasar itu, BPOM berinisiatif mengatur pelabelan AMDK pada kemasan AMDK galon guna ulang dengan merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

”Apakah akan ada bisnis yang dirugikan oleh rencana kebijakan BPOM itu? Tentu saja ada, tetapi negara melalui BPOM harus memilih kepentingan publik vis a vis kepentingan komersial,” papar Willy.

Dalam jangka panjang, menurutnya, revisi Peraturan BPOM yang berisi kewajiban pelabelan BPA pada AMDK galon guna ulang justru bisa menyehatkan persaingan usaha. Pasalnya, konsumen akan semakin sadar dengan kesehatannya. Di sisi lain produsen juga akan terus berinovasi.

Untuk diketahui, BPOM telah merilis rancangan revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 sejak akhir 2020. BPOM pula yang mengangkat isu ini ke ruang publik.

“Kenapa tudingan itu hanya diarahkan kepada lembaga-lembaga masyarakat seperti FMCG Insights? Kenapa tudingan itu tidak sekalian ditujukan kepada BPOM?” kata Willy.

Sementara itu, pada 8 Juni 2022, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengklarifikasi bahwa berita terkait bahaya kandungan zat kimia BPA pada AMDK galon guna ulang bukanlah hoaks. Kominfo telah mencabut label ‘Disinformasi’ yang sempat beredar di situsnya sejak 3 Januari 2021.

Dijelaskan, dampak kesehatan yang berpotensi ditimbulkan BPA pada galon guna ulang terjadi dalam konteks bahan kimia pembentuk polikarbonat itu berpindah ke bahan pangan (makanan dan minuman) atau yang disebut dengan “migrasi”.

Ilustrasi galon.

Photo :
  • Pixabay

Ahli polimer dari Universitas Indonesia, Mochamad Chalid mengatakan BPA bisa mengalami pelepasan akibat terjadinya proses hidrolisis (reaksi kimia di mana molekul air memecah ikatan kimiawi) pada suhu dan dalam waktu tertentu. Jadi, kuncinya adalah suhu dan waktu.

“Perlunya kita memperhatikan suhu saat galon guna ulang dalam proses produksi, distribusi ke konsumen, dan penggunaan ulang limbahnya sebagai campuran bahan baku pada produksi berikutnya,” sebutnya.

"Potensi masalah terbesar salah satunya ada pada berapa kali (galon polikarbonat) diguna ulang,” kata Chalid.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya