Menteri ESDM Resmi Luncurkan Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Listrik
- Dokumentasi Kementerian ESDM.
VIVA Bisnis – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi meluncurkan Perdagangan Karbon Subsektor Tenaga Listrik. Ini dilakukan, sebagai wujud komitmen dalam mendukung pencapaian Net Zero Emission dan menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
"Diharapkan perdagangan karbon tersebut dapat didukung oleh para pelaku usaha di subsektor pembangkitan tenaga listrik," kata Menteri ESDM, Arifin Tasrif, saat membuka 'Launching Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik' di Jakarta, Rabu, 22 Februari 2023.
Menurutnya, untuk mencapai target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca di sektor energi, sesuai dengan dokumen enhanced Nationally Determined Contribution (NDC), maka diperlukan dukungan dan partisipasi seluruh stakeholder terkait lainnya. Terutama yang berasal dari pembangkit yang memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT), dan pelaku usaha lainnya yang melakukan aksi mitigasi di lingkup sektor energi.
Berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik yang telah disusun, Arifin memastikan bahwa pelaksanaan perdagangan karbon berpotensi dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar lebih dari 36 juta ton CO2e di tahun 2030.
Nilai ekonomi karbon ini, menurut Arifin merupakan mekanisme pasar, yang memberikan beban atas emisi yang dihasilkan kepada semua pihak penghasil emisi.
"Sehingga dapat dikatakan Nilai Ekonomi Karbon dapat memberikan insentif bagi kegiatan yang dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca," ujarnya.
Diketahui, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik. Peraturan Menteri ini salah satunya mengatur mengenai perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik, dan akan menjadi acuan dalam pelaksanaan perdagangan karbon tersebut.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman Hutajulu sebelumnya juga mengatakan, pada tahun 2023 ini akan dilaksanakan perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik dalam tahap mandatory. Perdagangan karbon ini pertama kali dilaksanakan di Indonesia, pada unit pembangkit PLTU batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.
"Untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon tersebut, Kementerian ESDM telah menetapkan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE)," ujar Jisman.