Keuangan Syariah RI Tumbuh, OJK Optimistis Indonesia Bisa Jadi Pusat Ekonomi Syariah Dunia
- VIVA/Anisa Aulia
VIVA Bisnis – Potensi keuangan syariah di Indonesia masuk jajaran 10 besar dunia. Sebab, hingga akhir 2022, total aset keuangan syariah mencapai Rp 2,375 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengatakan, perkembangan keuangan syariah dari tahun tercatat terus meningkat.
"Sampai pada posisi akhir 2022 total aset keuangan syariah sudah mencapai Rp 2.375 triliun atau tumbuh 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya," ujar Friderica dalam Webinar OJK Institute Kamis, 16 Februari 2023.
Wanita yang kerap dipanggil Kiki ini menuturkan, dari capaian itu pertumbuhan pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia mencapai 10,69 persen, dari total nilai aset di Indonesia.
Dalam paparan yang disampaikan Kiki, tertulis bahwa sektor perbankan memberikan market share sebesar 7,09 persen, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 4,73 persen, dan pasar modal sebesar 18,27 persen.
Sementara itu, berdasarkan State of Global Islamic Economy Report 2022, total aset keuangan syariah Indonesia sebesar US$119,5 miliar.
"Sehingga menempatkan Indonesia pada posisi ke tujuh aset keuangan syariah terbesar di dunia. Selain itu Islamic Finance Indicator Report juga menyampaikan bahwa Indonesia berada pada posisi ketiga dalam keuangan syariah global," jelasnya.
Dengan demikian, Kiki meyakini bahwa Indonesia akan menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah di dunia.
"Ke depan tentu sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar secara global serta jaringan industri syariah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, tentu memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah di dunia," imbuhnya.
Literasi Keuangan Syariah Meningkat
OJK juga menyoroti terkait rendahnya literasi keuangan masyarakat di Indonesia. Meskipun pada indeks literasi keuangan syariah tercatat meningkat sebesar 9,14 persen pada 2022, dibandingkan tahun 2019 sebesar 8,9 persen.
Friderica mengatakan, data tersebut diketahui melalui Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK). "Namun angka tersebut masih jauh dibawah rata-rata literasi keuangan secara umum sebesar 47,5 persen, gap mencapai 38 persen," ujarnya.
Kiki begitu panggilan akrabnya mengatakan, untuk inklusi keuangan tercatat meningkat sebesar 12,12 persen pada 2022 dibandingkan 2019 yang hanya 9,1 persen.
"Kita lihat kalau dibandingkan dengan indeks inklusi secara nasional juga terdapat gap sebesar 71 persen, karena inklusi nasional sudah mencapai 83,52 persen," jelasnya.
Kiki melanjutkan, dari sisi sektor jasa keuangan syariah literasi keuangan tertinggi ada pada perbankan syariah dengan angka 9,19 persen dari 7,92 persen pada 2019. Kemudian diikuti oleh sektor pegadaian syariah, lembaga pembiayaan syariah, dan asuransi syariah.
"Belum optimalnya indeks literasi dan inklusi keuangan syariah tersebut memberikan pesan tentunya masih banyak sekali ruang bagian dari upaya pemahaman masyarakat terkait produk dan layanan jasa keuangan syariah di Indonesia," imbuhnya.