Revisi PP 109/2012 Dinilai Tidak Relevan, Keris Singgung Larangan Penjualan Rokok Batangan
- VIVA/Mohammad Yudha Prasetya
VIVA Bisnis – Rencana pemerintah melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, dinilai tidak tepat. Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), Ali Mahsun mengatakan, alasan terus meningkatnya prevalensi perokok anak yang kerap digunakan untuk mendorong revisi aturan ini juga dinilai tak berdasar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, prevalensi merokok di kalangan anak-anak berusia 18 tahun ke bawah terus merosot dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2022, terdapat 3,44 persen anak berusia 18 tahun ke bawah yang merokok.
"Presentase ini turun secara konsisten, dibandingkan pada tahun 2018 yang bahkan mencapai 9,65 persen," kata Ali, Rabu, 8 Februari 2023.
Soal Larangan Penjualan Rokok Batangan
Dengan alasan menurunkan prevalensi perokok anak, rencana revisi beleid ini juga berencana untuk melarang penjualan rokok batangan. Ali menyatakan, selama ini para pedagang kecil yang menjual rokok sejatinya tidak menjual rokok kepada anak-anak, baik secara batangan atau bungkusan.Â
Bahkan pada 25 Januari 2023 lalu, KERIS bersama 26 kumpulan pelaku ekonomi rakyat dan pedagang, telah mendeklarasikan 'Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil: Rokok Buka Untuk Anak' sebagai pernyataan sikap sekaligus bentuk nyata partisipasi aktif mereka untuk tidak menjual rokok pada anak.
"Kami sepenuhnya mendukung upaya pemerintah menekan prevalensi perokok anak dan remaja. Karenanya, kami sepakat bahwa seluruh pedagang kaki lima, pedagang asongan, pedagang kelontong, dan teman-teman ekonomi rakyat kecil, berkomitmen untuk tidak boleh menjual rokok, baik dengan bentuk batangan atau bungkusan kepada anak-anak," ujar Ali.
Wacana larangan penjualan rokok batangan memiliki konsekuensi ketidakadilan bagi kondisi ekonomi rakyat kecil. Sebab, banyak pedagang yang bakal terdampak atas kebijakan ini, bahkan berpotensi kehilangan sumber pendapatan. Hal ini dikarenakan banyak pedagang yang memiliki modal kecil dan hanya bisa menjual rokok secara batangan.Â
"Recana larangan penjualan rokok batangan ini terbit tanpa memikirkan aspek-aspek lainnya. Prevalensi perokok anak dan penjualan rokok batangan tidak memiliki korelasi yang signifikan," ujarnya.