Pengamat Usul Tarif Jalan Berbayar di DKI Jakarta Rp 75.000, Ini Alasannya

Pengendara melintasi alat teknologi sistem jalan berbayar elektronik (ERP) di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu, 14 November 2018.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA Bisnis – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan jalan berbayar elektronik (Electronic Road Pricing/ERP) di sejumlah ruas jalan ibu kota. Hal itu dilakukan untuk mengurangi kemacetan di Jakarta.

Penjelasan Ditjen Pajak soal Tax Amnesty Jilid III

Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno menyatakan mendukung kebijakan jalan berbayar itu. Pun, dia menilai sebaiknya agar tarif ERP ditetapkan maksimal sebesar Rp 75.000. Karena menurutnya tarif yang diusulkan sebesar Rp 5.000 - Rp 20.000 terlalu kecil.

"Tarif yang dikenakan bisa ditinggikan lagi, tarif Rp 5 ribu – Rp 20 ribu masih terlalu rendah (batas tertinggi bisa mencapai Rp 75 ribu). Tujuannya, agar ada efek jera menggunakan kendaraan pribadi secara berlebihan di jalan umum," kata Djoko dalam keterangan yang diterima VIVA, Rabu, 18 Januari 2023.

Sri Mulyani Perkirakan Trump Bakal Kenakan Tarif Impor Tinggi ke Negara ASEAN

Dua buah kamera terpasang pada alat teknologi sistem jalan berbayar elektronik (ERP) di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu, 14 November 2018.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Djoko menilai, penerapan ERP pada era kepemimpinan Pj Gubernur Heru Budi Hartono adalah hal yang tepat. Sebab, Heru sebagai Pj Gubernur tidak memiliki beban politik.

Jalan Tol Jogja-Solo Resmi Berbayar Tengah Malam Ini, Segini Tarif Terdekatnya

"Sekarang saatnya lebih tepat penerapan ERP ketika Prov. DKI Jakarta dipimpin Pj Gubernur Heru Budi Hartono yang tidak memiliki beban politik," katanya.

Namun, Djoko meragukan anggota DPRD DKI Jakarta akan meloloskan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) akan diloloskan.

"Secara politis, diragukan anggota DPRD DKI Jakarta akan meloloskan Raperda ini. Dilematis buat anggota DPRD DKI Jakarta yang akan mencalonkan diri menjadi anggota legislatif 2025-2029," jelasnya.

Sebab konstituen yang menolak ERP kemungkinan tidak akan memilihnya. Sementara jika tidak dijadikan Peraturan Daerah (Perda) kata dia, Jakarta akan tambah semakin macet.

"Maka warga nanti akan menyalahkan DPRD bukan Gubernurnya," jelasnya.

Djoko melanjutkan, saat ini ERP adalah kebijakan yang sangat tidak populer. Karena hanya yang peduli transportasi dan lingkungan saja yang setuju selebihnya akan menolak.

Menurutnya, tidak banyak kota yang menerapkan ERP, karena sulitnya mendapatkan dukungan politisi dan masyarakat. "Di Stockholm (Swedia) untuk menerapkan JBE (jalan berbayar elektronik), mereka melakukan referendum untuk mendapatkan yes dari masyarakat. Singapura bisa menerapkan JBE karena pemerintahnya sangat strong dan agak otoriter," terangnya.

Djoko dalam hal ini mengungkapkan, masih terdapat beberapa masalah atau kendala dari rencana penerapan ERP. Seperti kondisi pekerja yang tinggal di luar DKI Jakarta.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya