Tolak Isi Perppu Cipta Kerja Tetapi Setuju Alurnya, Buruh: Kami Tidak Percaya DPR
- VIVA/Mohammad Yudha Prasetya
VIVA Bisnis – Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menjelaskan alasan pihaknya lebih menyetujui mekanisme Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) dalam penyusunan revisi Omnibus Law Cipta Kerja. Hal itu jika dibandingkan melalui mekanisme panitia khusus (pansus) oleh badan legislasi (Baleg) DPR RI.
"Dalam produk atau mekanisme hukum terhadap pembahasan Omnibus Law RUU Cipta kerja ini, Partai Buruh menyetujui bahwa bentuk atau mekanisme produk hukumnya adalah Perppu, bukan pansus badan legislasi DPR RI," kata Said Iqbal dalam konferensi pers, Rabu, 11 Januari 2023.
Ia membeberkan beberapa dasar pertimbangan Partai Buruh dan sejumlah serikat buruh lainnya seperti Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang lebih setuju pembahasan melalui Perppu dibandingkan Pansus baleg DPR RI.
"Pertimbangan pertama, yakni mosi tidak percaya kepada DPR RI," tegasnya.
Said mengaku, sejak pembahasan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja tahun 2020 lalu, pihak DPR hanya melakukan akal-akalan penuh dengan 'kebohongan'. Di mana, partisipasi publik yang dibuktikan melalui keputusan Mahkamah Konstitusi, sama sekali tidak dilibatkan dan jika diajak diskusi pun hanya seremonial belaka.
"Mengapa kami menyetujui produk hukumnya adalah Perppu, karena banyak sekali undang-undang yang dibuat oleh DPR RI, baik dalam bentuk Pansus maupun Panja, selalu tidak mengadopsi kepentingan publik," kata Said Iqbal.
Contoh lain dari 'kelakuan minus' DPR RI tersebut, lanjut Said, antara lain juga dapat dilihat pada Undang-undang KUHP. Said Iqbal mengaku sangat heran, bagaimana mungkin masyarakat yang melakukan demonstrasi yang tidak memberitahu polisi tentang aksinya tersebut, bisa berujung pada hukuman penjara dengan adanya pasal-pasal di dalam UU KUHP tersebut.
"Jadi undang-undang KUHP ini menempatkan warga negara atau masyarakat sebagai penjahat dalam tanda kutip, apa-apa penjara, apa-apa penjara. Bahkan pasal karet yang sudah dibatalkan oleh MK, dihidupkan kembali dalam undang-undang KUHP tentang penghinaan Presiden, dan banyak pasal-pasal lainnya," ujar Said Iqbal.
Kemudian, saat publik menyatakan ada indikasi upaya pelemahan KPK secara sistemik melalui undang-undang KPK, lagi-lagi DPR justru meloloskan undang-undang itu. Bahkan yang terbaru, yakni Undang-undang PPSK tentang sektor keuangan. Pada pasal jaminan hari tua (JHT), dimana sebelumnya buruh menuntut agar JHT seluruhnya bisa diambil setelah terjadi PHK, namun DPR lagi-lagi mengabaikan kepentingan publik.
Tak hanya itu, RUU pekerja rumah tangga juga sudah 17 tahun tidak disahkan oleh DPR, karena dinilai tidak ada uangnya. Istilahnya, lanjut Said Iqbal, kalau ada undang-undang yang bersifat 'air mata' itu tidak dibahas cepat. Tapi kalau undang-undang yang sifatnya 'mata air', bahkan sampai kejar tayang.
"Faktor-faktor inilah yang menyebabkan Partai Buruh dan organisasi serikat buruh termasuk FSPMI, akan memutuskan mosi tidak percaya kepada anggota DPR RI yang sekarang. Maka kami cenderung menyetujui produk hukumnya adalah Perppu," ujarnya.