Partai Buruh Sebut Aturan Struktur dan Skala Upah Cuma Retorika Pemerintah
- vstory
VIVA Bisnis – Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyebut, aturan soal penerapan struktur dan skala upah bagi perusahaan hanyalah sekadar retorika pemerintah semata. Aturan tersebut diketahui untuk menyusun skala upah yang adil terhadap para pekerja yang bekerja di atas satu tahun.
Said mengatakan, meskipun ketentuan mengenai hal tersebut telah berulang kali dibahas, baik di dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 maupun aturan terbaru yaitu Perppu Nomor 2 Tahun 2022, namun pemerintah sama sekali tidak menerapkan dan melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan untuk mematuhinya.
"Struktur dan skala upah hanya merupakan retorika pemerintah, agar tidak dituduh sebagai negara yang pro upah murah. Karena pemerintah takut dituduh pro upah murah, maka dibuatlah struktur skala upah ke semua perusahaan, padahal itu sama sekali tidak ada," kata Said saat dihubungi VIVA Bisnis, Selasa, 10 Januari 2023.
Banyak Sekali Perusahan yang Tidak Patuh
Karena itu, Said menilai bahwa aturan soal struktur dan skala upah itu hanya sebagai dalih pemerintah saja, sementara penerapan dan pengawasannya sama sekali lemah. Pelaksanaan dan pengawasannya tidak dijalankan, padahal pemerintah dan Disnaker tahu tentang aturan itu dan banyak perusahaan yang tidak mematuhinya.
"Karenanya Partai Buruh lebih cenderung bicara soal upah minimum yang layak dan upah minimum sektoral," ujarnya.
Hanya Perusahaan Papan Atas Domestik yang Memberlakukannya
Iqbal menjelaskan, aturan soal struktur dan skala upah itu biasanya diterapkan di perusahaan multinasional atau perusahaan-perusahaan raksasa, yang umumnya adalah perusahaan asing. Kalaupun ada perusahaan domestik yang menerapkan aturan tersebut, bisa dikatakan bahwa itu adalah perusahaan papan atas.
"Dengan demikian, di perusahaan-perusahaan menengah dan perusahaan menengah ke bawah, tidak ada itu struktur skala upah," ujar Said Iqbal.
Di sisi lain, biasanya perusahaan-perusahaan yang menerapkan struktur dan skala upah itu adalah perusahaan berjenis capital intensive atau perusahaan padat modal.
Sementara, perusahaan yang labour intensive atau jenis perusahaan padat karya, seperti misalnya perusahaan asing di industri garmen, sepatu, atau tekstil, umumnya tidak menerapkan struktur skala upah walaupun mereka adalah perusahaan asing.
"Mereka hanya menggunakan ketentuan mengenai upah minimum. Jadi kalau upah minimum naik, maka upah pekerja mereka juga naik. Bahkan pekerja yang telah bekerja 10 atau 20 tahun di perusahaan padat karya itu, mereka hanya tetap akan mendapatkan upah minimum," kata Said.
Karenanya, lanjutnya, dengan tidak adanya sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang tidak menerapkan aturan soal struktur dan skala upah, maka hal itu sama saja bohong.
"Mereka boleh menjalankan dan boleh tidak menjalankan. Karena tidak ada sanksi, maka hal itu tidak membuat pengusaha merasa berkewajiban untuk menerapkan struktur skala upah," ujarnya.