OJK Perbarui Aturan BPR Syariah, Ini Aspek yang Disempurnakan
- VIVA/Andry Daud
VIVA Bisnis – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 26 Tahun 2022 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (POJK BPRS). Aturan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kontribusi industri perbankan syariah pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Direktur Humas OJK Darmansyah mengatakan, POJK ini merupakan penyempurnaan dari POJK Nomor 3/POJK.03/2016.
"Penyempurnaan tentang BPRS yang menekankan pada penguatan kelembagaan untuk mendukung program konsolidasi industri perbankan syariah melalui pendirian BPRS secara efektif, menciptakan proses perizinan BPRS yang lebih efektif dan efisien serta menghadirkan BPRS yang lebih tertata dan kuat," kata Darmansyah dalam keterangannya, Senin, 9 Januari 2023.
Darmansyah menjelaskan, beberapa aspek kelembagaan pengaturan utama BPRS yang disempurnakan meliputi:
1. Pendirian BPRS;
2. Perizinan pendirian BPRS;
3. Kepemilikan dan perubahan modal;
4. Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah dan Pejabat Eksekutif;
5. Kegiatan usaha BPRS;
6. Jaringan kantor;
7. Sinergi BPRS; dan
8. Cabut Izin Usaha (CIU) atas permintaan pemegang saham.
Menurutnya, dengan penyempurnaan aturan mengenai pendirian BPRS mencakup pendirian BPRS baru, penyesuaian zona pendirian BPRS. Kemudian penyesuaian persyaratan modal disetor minimum, dan perubahan Izin Usaha Bank Umum Syariah (BUS) atau Bank Umum Konvensional (BUK) menjadi BPRS.
Selanjutnya, diatur juga penyesuaian terhadap perizinan pendirian BPRS yang terdiri dari percepatan jangka waktu pemberian Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha, penempatan modal disetor.
Berikutnya, penambahan penilaian terhadap kinerja keuangan dan pemenuhan ketentuan lembaga jasa keuangan (LJK) lain yang dimiliki oleh calon Pemegang Saham Pengendali BPRS, serta kewajiban BPRS untuk segera melakukan kegiatan usaha setelah izin diberikan.
Selain itu, terdapat penambahan pengaturan terkait kepemilikan, permodalan, kepengurusan dan kegiatan usaha BPRS dalam rangka penguatan kelembagaan, digitalisasi pelaporan, dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait.
"Peningkatan cakupan jaringan kantor dan penerapan sinergi BPRS di tengah era teknologi yang semakin masif saat ini juga diatur lebih lanjut. Dengan harapan BPRS dapat memberikan layanan yang lebih optimal dan efisien kepada masyarakat," jelasnya.
Sedangkan dalam upaya perlindungan konsumen, mekanisme pencabutan izin usaha BPRS atas pemegang saham diatur untuk memberi kepastian bagi penyelesaian kewajiban nasabah dan masyarakat.