Perppu Cipta Kerja Tuai Polemik, Menaker Buka Suara
- Dok. Kemenaker
VIVA Bisnis – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja. Perppu ini diketahui menuai polemik karena dinilai tidak sesuai dengan usulan buruh.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah menjelaskan substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam Perppu tersebut. Ia mengatakan, pada dasarnya aturan itu merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya yakni UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Penyempurnaan substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perpu 2/2022 sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja/buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis," kata Ida dalam keterangannya Kamis, 5 Januari 2023.
Ketentuan Outsourcing hingga Upah Akan Diatur Dalam Peraturan Pemerintah
Ida menjelaskan, untuk substansi ketenagakerjaan yang disempurnakan dalam Perpu ini antara lain ketentuan alih daya (outsourcing). Karena dalam UU Cipta Kerja tidak diatur pembatasan terkait jenis pekerjaan.
“Dengan adanya pengaturan ini maka tidak semua jenis pekerjaan dapat diserahkan kepada perusahaan outsourcing. Nantinya, jenis atau bentuk pekerjaan yang dapat dialihdayakan akan diatur melalui Peraturan Pemerintah," jelasnya.
Kedua, penyempurnaan dan penyesuaian penghitungan upah minimum. Upah minimum dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Formula penghitungan upah minimum termasuk indeks tertentu tersebut akan diatur dalam PP.
Pada Perppu ini ditegaskan gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi. Gubernur juga dapat menetapkan UMK apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi daripada UMP.
“Kata 'dapat' yang dimaksud dalam Perpu harus dimaknai bahwa gubernur memiliki kewenangan menetapkan UMK apabila nilai hasil penghitungannya lebih tinggi dari UMP," jelasnya.
Kewajiban Pengusaha untuk Menerapkan Struktur dan Skala Upah untuk Pekerja di Atas 1 Tahun
Ketiga, penegasan kewajiban menerapkan struktur dan skala upah oleh pengusaha untuk pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 tahun atau lebih.
Keempat, terkait penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan UU 8/2016 tentang penyandang disabilitas.
Kelima, perbaikan rujukan dalam pasal yang mengatur penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Menaker menuturkan, perubahan terkait substansi ketenagakerjaan tersebut mengacu pada hasil serap aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan Pemerintah di beberapa daerah. Bersamaan dengan itu telah dilakukan kajian oleh berbagai lembaga independen.
"Berdasarkan hal-hal tersebut Pemerintah kemudian melakukan pembahasan mengenai substansi yang perlu diubah. Pertimbangan utamanya adalah penciptaan dan peningkatan lapangan kerja, perlindungan pekerja/buruh dan juga keberlangsungan usaha," tuturnya.