PPKM Sudah Dicabut, Analis Pproyeksikan Target Ekonomi 2023 Tetap Tak Akan Tercapai
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Bisnis – Pemerintah resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang sudah diterapkan sejak merebaknya pandemi pada 2020 lalu.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, atas pencabutan PPKM itu tak lantas membuat pertumbuhan ekonomi nasional mencapai asumsi target Pemerintah sebesar 5,3 persen.
"Overall ekonomi diperkirakan hanya mampu tumbuh 4,3 sampai dengan 4,7 persen tahun ini, meski ada kenaikan pergerakan masyarakat ke tempat belanja," ujar Bhima saat dihubungi VIVA Kamis, 5 Januari 2022.
Bhima menjelaskan, tidak tercapainya target 5,3 persen itu karena sentimen negatif yang berasal dari ekspor dan investasi.
"Sentimen dari ekspor dan investasi cenderung negatif, itu yang membuat penghalang pemulihan dari sisi eksternal," jelasnya.
Memang kata dia, pencabutan PPKM berdampak positif. Namun, terdapat tantangan pada konsumsi rumah tangga pasca-pencabutan PPKM, yang berasal dari pengendalian inflasi hingga kenaikan suku bunga.
"Tantangan sesungguhnya dalam gerakan konsumsi rumah tangga pasca-pencabutan PPKM adalah pengendalian inflasi dan mitigasi risiko naiknya suku bunga perbankan. Pelonggaran mobilitas tapi inflasi masih tinggi akan ganggu pemulihan konsumsi rumah tangga," ujarnya.
Adapun Bank Indonesia sepanjang 2022 tercatat sudah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak lima kali, yang mana kenaikan suku bunga terakhir tercatat sebesar 5,50 persen. Atas kenaikan suku bunga itu beberapa ekonom memperkirakan, dampak kenaikan terhadap suku bunga Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) akan terjadi tahun ini atau 2023.
Bhima melanjutkan, atas pencabutan kebijakan PPKM ini perlu diwaspadai dampaknya terhadap bisnis yang subur pada masa pandemi.
"Seperti lab tempat tes COVID-9, isi ulang tabung oksigen, dan fasilitas kesehatan bisa melambat. Bahkan ada yang tutup permanen," jelasnya.
Bhima menilai, perilaku konsumsi masyarakat juga turut berubah. Seperti konsumsi kesehatan ke pariwisata, yang mana perubahan akan terjadi dalam satu tahun ke depan.
"Yang tadinya uang untuk biaya beli obat dan vitamin akan digeser ke biaya jalan-jalan. Sektor transportasi, jasa rekreasi, perhotelan dan restoran cafe akan jadi primadona," imbuhnya.