Partai Buruh Soroti 9 Isu di Perppu Cipta Kerja: Pengaturan Upah hingga Outsourcing
- VIVA/Mohammad Yudha Prasetya/Tangkapan layar
VIVA Bisnis – Partai Buruh menyoroti sejumlah pasal di dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dinilai belum berpihak pada kepentingan buruh. Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menjelaskan, khusus di klaster ketenagakerjaan, setidaknya ada sembilan isu yang disorot oleh buruh.
"Yakni tentang pengaturan upah minimum, outsourcing, buruh kontrak, PHK, pesangon, waktu kerja, istirahat atau cuti, sanksi, hingga Tenaga Kerja Asing (TKA)," kata Iqbal dalam keterangannya, Rabu, 4 Januari 2023.
Terkait dengan pengaturan mengenai upah minimum, Said Iqbal mengaku bahwa pihaknya melihat empat persoalan penting. Pertama, di dalam UU Cipta Kerja, terdapat pasal yang menyebutkan bahwa Gubernur dapat menetapkan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
"Sementara di dalam Perppu pasal ini tidak diubah, artinya masih sama dengan sebelumnya," ujarnyaÂ
Dengan menggunakan kata 'dapat', maka artinya UMK bisa ditetapkan dan bisa juga tidak. "Kami meminta kata 'dapat' dihapuskan, sehingga bunyinya di dalam Perppu menjadi: 'Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota'," kata Said Iqbal.
Kedua, terkait upah minimun, adalah pasal yang mengatur formula kenaikan upah minimum. Jika di dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal mengenai kenaikan upah minimum berdasarkan survei kebutuhan hidup layak, hal itu kemudian diubah dalam aturan turunan UU 13/2003 yaitu PP 78/2015. Formula kenaikannya menjadi inflasi dan pertumbuhan ekonomi, dimana kata "dan" berarti akumulasi dari keduanya.
"Tetapi dalam UU Cipta Kerja menjadi tidak jelas, karena menggunakan formula inflansi atau pertumbuhan ekonomi. Kata atau, berarti opsional. Hanya dipilih salah satu," kata Said Iqbal.
Di dalam Perppu, formula kenaikan upah minimum menjadi semakin tidak jelas. Karena kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan variable indeks tertentu. Said Iqbal mengatakan, indeks tertentu inilah yang tidak jelas. Karena seharusnya cukup berbunyi, kenaikan upah minimum didasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Permasalahan ketiga adalah adanya pasal baru yang mengatur dalam keadaan ekonomi dan keadaan ketenagakerjaan tertentu, formula kenaikan upah minimum bisa berubah. Pasal ini semakin membingungkan, karena bertentangan dengan pasal sebelumnya yang mengatur fomula kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
"Sedangkan point keempat dalam upah minimum adalah dihapusnya upah minimum sektoral. Partai Buruh tidak setuju upah minimum sektoral dihapus dan meminta agar tetap diberlakukan," ujarnya.