Akibat Cuaca Buruk, Sebagian Nelayan di Natuna Beralih Profesi

Ilustrasi cuaca buruk.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rahmad

VIVA Bisnis – Akibat cuaca buruk pada musim utara sebagian nelayan di Natuna, Provinsi Kepulauan Riau beralih profesi. Mereka kebanyakan menjadi tukang bangunan, bertani dan bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Masa Tenang Pilkada, Car Free Day di Sudirman-Thamrin Tidak Diberlakukan pada 24 November 2024

Hal itu diungkapkan Ramat, Ketua Nelayan Desa Batu Gajah, Bunguran Timur, Natuna.

"Saat ini sebagian ada yang menjadi tukang bangunan, serabutan gitu lah, ada juga yang tetap memilih untuk melaut tetapi hanya di pesisir saja," kata Ramat, Jumat, 30 Desember 2022.

Polisi Tetapkan 4 Orang Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan Anak yang Dituduh Curi Uang di Tangerang

Salah satu warga pesisir saat membuat serokan jaring udang di Desa Sepempang, Natuna, Kepri.

Photo :
  • Antara

Aktivitas nelayan setempat, lanjut dia, diperkirakan akan kembali normal pada bulan Februari tahun depan karena telah masuk pada penghujung musim utara.

Dapat Hibah 5 Juta Blangko dari Kemendagri, Pemprov Jakarta Jamin Cetak KTP Kini Hanya 15 Menit

"Pokoknya tiga bulan ini kami "off" (tidak melaut) tidak seperti biasanya yang sampai ke ZEE sana," ujarnya.

Menurut Ramat, karena yang melaut hanya nelayan tertentu dan pada saat tertentu saja berimbas tingginya harga ikan di pasaran lokal.

"Biasa ikan tongkong yang harga 15 sampai 20 ribu per kilo saat ini tidak ada yang jual per kilo lagi, tetapi per ekor, perbandingannya jika normal harganya 30 ribu per ekor, sekarang bisa mencapai 70 bahkan 80 ribu," katanya.

Selain harga tinggi, menurutnya saat ini ketersediaan stok ikan bagi kebutuhan lokal di daerah itu juga sudah terbatas dan hanya jenis ikan tertentu yang masih tersedia.

"Ikan Tuna kecil, Cakalang itu kalaupun ada sedikit, karena nelayan hanya bisa di pinggir, pergi pagi pulang siang, tidak bisa lama lama di laut," ujarnya.

Sementara untuk nelayan pesisir, kata Rahmat, mereka tetap melaut seperti biasa namun beralih pada alat tangkap seperti kelong, atau jaring dan itupun hanya daerah tertentu saja.

"Ada yang pasang "Belat" (kelong) di pinggir bakau dekat dekat sini lah," katanya.

Kondisi seperti itu, menurut Rahmat berlangsung setiap tahun jika masuk musim utara, dan tidak jarang kebutuhan selama tiga bulan dibantu oleh pengepul untuk memenuhi kebutuhan mereka.

"Selama tidak bisa melaut pandai pandai lah kita runding sama "tauke" (bos ikan) untuk berhutang atau bagaimana hingga nanti selesai musim utara baru kerja normal lagi," katanya. (Antara)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya