Utang Luar Negeri RI Turun Jadi US$390,2 Miliar, BI Jabarkan Sebabnya
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA Bisnis – Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Oktober 2022 turun menjadi sebesar US$390,2 miliar. Itu lebih rendah dibandingkan posisi September 2022 yang sebesar US$395,2 miliar.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono menjelaskan, penyebabnya adalah penurunan ULN sektor publik baik pemerintah, Bank Sentral, maupun sektor swasta.
"Secara tahunan, posisi ULN Oktober 2022 mengalami kontraksi sebesar 7,6 persen year-on-year (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 6,8 persen (yoy)," kata Erwin dalam keterangannya, Kamis 15 Desember 2022.
Dia menambahkan, sejak bulan Maret 2022, posisi dan pertumbuhan ULN pemerintah konsisten mengalami penurunan. Di mana pada Oktober 2022 sebesar US$179,7 miliar, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$182,3 miliar.
Secara tahunan, ULN pemerintah mengalami kontraksi sebesar 12,3 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 11,3 persen (yoy).
Hal itu disebabkan oleh pergeseran penempatan dana investor non-residen pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik.
"Seiring dengan ketidakpastian di pasar keuangan global yang tinggi," ujarnya.
Utang Pemerintah Relatif Aman dan Terkendali
Erwin memastikan, posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali, mengingat hampir seluruhnya merupakan ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN Pemerintah.
Sementara itu, lanjut Erwin, ULN swasta juga melanjutkan tren penurunan. Posisi ULN swasta pada Oktober 2022 tercatat sebesar US$202,2 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar US$204,7 miliar. Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi 3,0 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi bulan sebelumnya sebesar 2,2 persen (yoy).
"Disebabkan oleh pembayaran neto pinjaman dan surat utang, sehingga ULN lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (non-financial corporations) masing-masing mengalami kontraksi sebesar 3,5 persen (yoy) dan 2,9 persen (yoy)," ujarnya.