Upah Rendah Buat RI Makin Lama Terjebak Jadi Negara Berpendapatan Menengah
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA Bisnis – Kelompok pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) akan melayangkan gugatan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022. Gugatan yang dimaksud terkait kenaikan upah minimum 2023 yang ditetapkan maksimal sebesar 10 persen.
Kenaikan upah minimum 2023 maksimal 10 persen itu tengah menuai polemik. Di satu sisi buruh menuntut kenaikan upah lebih tinggi, sedangkan pengusaha menolak putusan Permenaker tersebut karena kondisi dunia usaha.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, dengan upah rendah yang diterima pekerja atau buruh akan menyebabkan RI semakin lama terjebak dalam middle income country atau negara berpendapatan menengah.
"Upah yang rendah bisa membuat kenaikan pendapatan masyarakat terutama kelas menengah tidak mampu mengejar kenaikan harga barang atau inflasi," kata Bhima saat dihubungi VIVA, Jumat 25 November 2022.
Akibatnya, jelas Bhima, secara riil upah akan tergerus oleh inflasi. Terlebih Indonesia diperkirakan akan memasuki era inflasi yang tinggi.
"Contohnya di 2022 rata-rata upah minimum hanya naik 1 persen sementara inflasi tembus 6 persen, itu artinya upah riil pekerja minus 5 persen. Kalau upah riil kenaikannya minus implikasinya pendapatan per kapita tidak akan merata dan ciptakan ketimpangan," jelasnya.
Jumlah Orang Kaya Naik, Bahaya untuk Ekonomi Jangka Panjang
Dengan ketimpangan itu, ia memperkirakan jumlah orang kaya di Indonesia terus menerus naik menjadi 171 ribu orang. Sementara golongan rentan upahnya tetap rendah, maka ketimpangan makin lebar. Hal itu juga akan berbahaya untuk perekonomian jangka panjang.
"Kalau pengusaha produksi barang yang beli jadi berkurang karena pendapatannya tidak mampu mengejar harga jual barang. Upah rendah adalah ancaman bagi omzet pengusaha, makin lama masuk middle income trap," ujarnya.