BI Ungkap Keluarnya Arus Modal Asing Bikin Nilai Tukar Rupiah Melemah
- VivaNews/ Nur Farida
VIVA Bisnis – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan, pertumbuhan ekonomi global melambat disertai dengan tingginya tekanan inflasi. Hal itu diperparah dengan agresifnya kenaikan suku bunga kebijakan moneter, dan ketidakpastian pasar keuangan.Â
"Pertumbuhan ekonomi global pada 2023 diprakirakan akan menurun dari 2022," kata Perry dalam telekonferensi, dikutip Jumat, 18 November 2022.
Perry menjelaskan, hal itu diperkirakan akan terjadi, dengan risiko koreksi yang dapat lebih rendah dan resesi yang tinggi di beberapa negara. Termasuk di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan kawasan Eropa.Â
Perlambatan ekonomi global menurutnya juga dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif.
Sementara itu, lanjut Perry, tekanan inflasi dan inflasi inti global masih tinggi, sejalan dengan terus berlanjutnya gangguan rantai pasokan dan keketatan pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa, di tengah pelemahan permintaan global.
"Merespons tekanan inflasi tinggi tersebut, bank sentral di banyak negara terus memperkuat pengetatan kebijakan moneter yang agresif," ujar Perry.
Selain itu, kenaikan Fed Funds Rate yang diprakirakan hingga awal 2023 dengan siklus yang lebih panjang (higher for longer), mendorong tetap kuatnya mata uang dolar AS.
"Sehingga memberikan tekanan pelemahan nilai tukar di berbagai negara," kata Perry.
Dia menambahkan, tekanan pelemahan nilai tukar tersebut semakin meningkat, sejalan dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
"Aliran keluar investasi portofolio asing menambah tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia," ujarnya.