INA Kantongi Dana Rp 29,6 Triliun untuk Ekosistem Kendaraan Listrik, Ini Pesan Erick Thohir
- Dok: Wuling Motors
VIVA Bisnis – Lembaga sovereign wealth fund Indonesia atau Indonesia Investment Authority (INA) menandatangani nota kesepahaman dengan Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL) dan CMB International Corporation Limited (CMBI), pada momentum konferensi B20 di Bali kemarin.
MoU itu terkait Green Fund US$2 miliar atau sekitar Rp 29,6 triliun, untuk membangun rantai nilai dari hulu hingga hilir bagi kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Menteri BUMN, Erick Thohir menjelaskan, Green Fund ini akan menjadi platform khusus, untuk menangkap peluang investasi dalam ekosistem EV yang sedang berkembang. Sebab, Indonesia memiliki posisi strategis untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok EV global mengingat seperempat dari cadangan nikel dunia ada di Indonesia
"Kekayaan nikel kita adalah modal untuk pengembangan supply chain EV battery dari hulu ke hilir. Sejak Indonesia mengambil kebijakan hilirisasi industri minerba, di mana salah satunya berfokus pada pengembangan industri EV battery, banyak perusahaan internasional yang ingin menjajaki kerja sama dengan kita," kata Erick, Kamis 17 November 2022.
Guna menangkap peluang tersebut, Erick pun menyinergikan empat BUMN sektor pertambangan dan energi, yakni Holding Industri Pertambangan MIND ID, Antam, Pertamina, dan PT PLN, dengan mendirikan PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) awal 2021 lalu.
IBC diamanahkan untuk fokus pada pengelolaan ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik (Electric Vehicle Battery), yang terintegrasi dari hulu hingga hilir untuk memaksimalkan potensi sumber daya mineral di Indonesia.
Guna memperkuat ekosistem yang dibangun, IBC dan Antam juga menjalin kolaborasi dengan pemain baterai global, melalui penandatanganan Framework Agreement pada tanggal 14 April 2022 untuk inisiatif proyek baterai kendaraan listrik (EV battery) terintegrasi. Perkiraan total nilai investasi dari mitra global ini mencapai sebesar US$15 miliar, atau setara dengan Rp 215 triliun.
Sejalan dengan upaya transisi energi tersebut, Kementerian BUMN turut mendukung pengembangan EV dalam ranah praktis, dengan mendorong percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) untuk transportasi jalan di lingkungan BUMN.
"Indonesia perlu mendorong percepatan transisi ini. Salah satunya dengan membangun pabrik baterai kendaraan listrik, yang bahan baku utamanya nikel. Peningkatan nilai tambah komoditas nikel ke depan tak hanya akan mampu membuat kita memenuhi kebutuhan dalam negeri, tapi akan menjadikan Indonesia sebagai pengekspor utama baterai di dunia," ujarnya.